Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PKS, Sudahlah...

26 Agustus 2014   00:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:34 2882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tampaknya yang semangat sekali membuat pansus pilpres di DPR adalah PKS. Walaupun dengan alasan karena merupakan arahan dari Koalisi Merah Putih, tetapi benarkah? Paling yang tersisa dari Koalisi Merah Putih tinggal partai Gerindra-PKS. Kalau PAN, PPP, bahkan Golkar, tampaknya sudah ambil ancang-ancang merapat nih ke kubu Jokowi-JK.

Pansus yang hendak diinisiasi oleh PKS adalah mengenai kecurangan selama pilpres. Kecurangan, yang menurut kubu Prabowo sebagai kecurangan yang terstruktur, massif dan sistemik. Bagaimana cara kecurangan itu terjadi, seberapa besar skalanya, seberapa kuat argumennya; semuanya itu bisa disaksikan oleh masyarakat secara transparan  melalui sidang-sidang MK.

Masyarakat ngikutin loh, dengan telaten sidang tersebut. Bukan, bukan karena Hamdan Zulfa guanteng! Tetapi karena emang berminat. Kegantengan bonusnya aja, hehee. Jelas hasilnya pun MK menolak sudah gugatan kubu Prabowo Hatta ini, dengan ribuan lembar dalil dan argumen yang logis. Keputusan MK merupakan keputusan yang final dan mengikat. Itulah landasan regulasi di negara kita mengamanahkan.

Jadi aneh, jika masih ada pansus hendak menjegal pelantikan Jokowi lagi. Pansus soal kecurangan pulak. Sebenarnya, siapa yang massif melakukan kecurangan? Ketika data kemenangan kubu Prabowo diumumkan pertama kali, data itu adalah hasil prediksi PKS sebelum pencoblosan pemilu tetapi diaku sebagai realcount?  Bahkan ketika sudah terbukti bahwa itu prediksi, beritanya dihapus, kemudian kebohongan ditutupi lagi dengan kebohongan berikutnya. Kebohongan diatas kebohongan, dan terus bohong yang menyundul langit dan bumi.

Kemudian, ketika saya ke Padang awal Agustus lalu, partner kerja yang kebetulan berteman dengan Wagub Sumbar menceritakan bagaimana di Sumbar Gubernur mengumpulkan bupati dan walikota se-Sumbar untuk deklarasi dukungan ke Prabowo-Hatta. Dan hal itu dilakukan dengan segala daya dan upaya? Tidak heran disini kemenangan Prabowo bisa mencapai lebih dari 78%? Dia sih bilang, tanpa pengarahanpun mesti Prabowo menang, walaupun tidak akan setelak itu.

Selain pengarahan Gubernur, kampanye hitam disini juga paling sukses, karena seperti disebut oleh Syafii Maarif, ketika datang ke Sumbar, beliau kaget, karena mereka  menganggap Jokowi 'kafir'.  Gubernur Sumbar merupakan kader PKS.

Itu di Sumbar. Di Jakarta, di kantong PKS dimana Prabowo menang, seorang teman dengan jelas bilang, dia dapat sembako senilai Rp 100 ribu agar memilih Prabowo. Jadi, siapa yang massif melakukan kecurangan? Belum lagi kata-kata 'sinting' yang diucapkan oleh Fahri Hamzah, kader PKS, ketika Jokowi sekedar membuat Hari Santri Nasional?

Sekarang, PKS berharap bisa menjegal pelantikan Jokowi melalui pansus? Sudahlah, untuk apa? Sungguh, pilpres kali ini PKS menelanjangi dirinya sendiri. Dengan sesuatu yang walaupun dibungkus dengan ayat-ayat, tetapi hanya untuk melegalkan ambisi kekuasaan dan nafsu mendapatkan kekayaan pribadi semata. Parpol sekedar untuk deal-deal mendapatkan harga mahar yang layak. Untuk menghidupi para politisinya yang terlanjur bergaya hidup mewah. Sementara kader-kader dibawah masih setia, karena diimingi surga? Duh, padahal nalar dan nurani merupakan anugerah dari Ilahi yang tertinggi bagi manusia bisa berfikir, menilai dan bertindak.

PKS, sudahlah. Rasanya sudah enek menyaksikan  jungkir balik badut-badut politik. Tetapi sekali lagi, kalau adu argumen, misalnya mengenai soal kenaikan BBM, keuangan negara  dan sebagainya sih ya gak masalah. Jadi jelas, mengambil posisi sebagai oposisi, adu argumen berkelas terhadap suatu program, tetapi bukan dengan sesuatu yang mengada-ada.

Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun