[caption id="attachment_395727" align="aligncenter" width="400" caption="Macet dengan Mobil Pribadi, jalur Busway kosong; Sudirman, Jakarta. Foto: Ilyani"][/caption]
Rasanya sah-sah saja, jika Proton juga membidik pangsa pasar Indonesia. Penduduknya 240 juta gitu loh! Bisa saja bikin pabrik disini, dan siap-siap bersaing dengan sejumlah merek-merek mobil yang sudah mapan di Indonesia. Bersaing harga, kualitas dan promosi sekuatnya demi lakunya jualan 'mereka' disini.
Tetapi untuk menjadi mobil nasional INDONESIA? Sek, sek, mari gunakan nalarnya ya, hehee. Proton kan sudah trade mark mereknya Malaysia. Mobil Nasionalnya Malaysia, ngapain Indonesia ikut menyebut sebagai mobil nasional Indonesia? Oh iya, berita resmi atau MOU-nya memang menyebutkan pengembangan mobil nasional (Indonesia National Car) dengan Proton kok...bisa dilihat disini.
Koneksi branding dengan negara asal sudah terekam kuat di kepala konsumen. Sebut aja, Hyundai, Kia, mesti rame-rame menyebut Korsel, terus Toyota, Honda, semuanya bilang Jepang, Mercedez, ya Jerman. Proton, ya ingatnya MALAYSIA!
Kemudian, yang penting diingat juga definisi mobil nasional itu apa? Kalau menurut saya sih seperti ini:
1. Inisiasi pembuatan berasal dari Indonesia, sehingga merek yang dibuat adalah merek 'asli' Indonesia. Branding sangat penting, sehingga ketika melihat merek ini, orang langsung mengingat Indonesia.
2. Pabriknya ada disini, di Indonesia, bahan baku, paling tidak 70-80% berasal dari lokal.
3. Jikapun ada kerjasama dengan swasta lain, baik dalam negeri maupun asing, saham mayoritas tetap dipunyai oleh pemegang merek nasional tersebut, top manajemen, dewan direksi, mayoritas masih orang Indonesia. Kerjasama tetap penting, terutama untuk riset pengembangan mesin otomotif, sistem industri otomatifnya, pengembangan pasar ke negara lain, tambahan modal kerja, dan seterusnya.
Sebenarnya, pemerintah sudah tidak perlu lagi mengurus mengenai mobil pribadi itu nasional atau tidak. Yang penting dipikirin oleh pemerintah adalah sistem transportasi massal di Indonesia, dengan penyuplai bus yang mandiri.
Bayangkan, untuk DKI Jakarta saja, tiap tahun kudu mengalokasikan duit dari APBD trilyunan rupiah untuk impor bis dari China! Kenapa tidak bikin sendiri aja bisnya di Indonesia? Di Karawang itu, daerah kawasan industri, sehingga suplai bis untuk transportasi publik tidak terkendala biaya, lama waktunya di jalan, dan rusak pula kena gelombang dan air laut. Apalagi untuk mengecek spesifikasi teknis apakah sesuai atau tidak, massa harus ke China saban waktu?
Sekarang liat saja di Jakarta, mobil pribadi sudah menumpuk dan bikin kemacetan yang super parah, sementara jalur busway kosong melompong. Itu karena jumlah busnya juga memang kurang memadai. Yang penting diingat, Jakarta sudah diberi 'Congratulations' oleh Time, sebagai kota termacet di dunia!