Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money

Momentum Ahok Nasionalisasi PAM Asing; UU SD Air Dibatalkan MK!

20 Februari 2015   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:49 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, sejak Jokowi menjadi Gubernur DKI, wacana pengambil alihan pengelolaan air minum di Jakarta yang dikuasai asing, Palyja (dipegang Suez Internasional dari Perancis 51%, Aetral 49%) dan AETRA (Akuatico 95%/dulu Thames dari Inggris, Alberta 5%), sudah mengemuka.

Kemudian, setelah pak Ahok yang menjadi Gubernur, Ahok juga menyebutkan hal ini. Akuisisi saham Palyja kemudian dilakukan dibulan Januari 2015. Pengelolaan diserahkan kepada PD PAM Jaya, yang akan beroperasi mulai bulan Juni 2015. Jadi, istilahnya Palyja sudah dinasionalisasi atau dilokalisasi. Semoga Aetra segera menyusul.

Hampir berbarengan dengan langkah Ahok, ada kabar gembira dari MK. UU Sumber Daya Air no.7 tahun 2004 yang kental dengan nuansa privatisasi air telah dibatalkan oleh MK. Tidak tanggung-tanggung, keseluruhan UU ini dibatalkan oleh MK! Padahal kalau dipikir-pikir mending pasal-per pasal yang berisi privatisasi yang seharusnya dibatalkan aja yak. Kalau sudah dibatalkan menyeluruh, cantelan hukum pengelolaan air massa kembali ke UU baheula mengenai air tahun 1974?

Inti dari pembatalan UU SDA oleh MK adalah pengelolaan air harus dilakukan oleh negara, sesuai amanat UUD pasal 33. Selain itu, penggunaan air bagi kebutuhan pokok sehari-hari dan bagi pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan air, sepanjang airnya diperoleh dari sumber air langsung.

Konsekuensi dari pembatalan UU SDA ini, maka MK menyebutkan ada dua macam hak pengelolaan air, yaitu hak guna pakai air yang dikelola negara dan hak guna usaha air dimana ijin harus diberikan oleh pemerintah atas persetujuan masyarakat luas. Itupun penguasaan bukan  terhadap mata air, dan sumber air baku lainnya. Jadi tidak boleh tuh, kasus sebuah perusahaan AMDK yang menguasai penuh sumber mata air di suatu daerah dengan sangat ketat. Sampai-sampai terjadi konflik dengan petani yang malah tidak kebagian air.

Tetapi mata air ini wajib dikuasai oleh negara, dan peruntukannya juga negara yang mengatur. Jikapun ada perusahaan yang mau mengelola air minum, ya berkeringatlah dikit dengan bikin sistem pengolahan air yang canggih dari air baku disisi hilir. Misalnya dari tampungan air hujan,  waduk buatan  dan sebagainya. Kalau dari mata air mah hampir gak pake modal, paling biaya distribusi dan peralatan kemasan doank.

Balik ke Jakarta, tidak selayaknya pemenuhan air bersih sebagai basic need warga dikelola oleh asing. Beberapa catatan mengenai pengelolaan asing, misalnya dalam pengelolaan air minum di DKI Jakarta saja, nuansa KKN nya kental banget. Jelas memang merugikan negara, dalam hal ini kas APBD DKI Jakarta. Karena ketentuan kontrak, banyak yang dilanggar oleh pihak asing ini.

Misalnya soal kebocoran air yang masih mencapai 43%, kemudian kualitas, kuantitas (jumlah debit air) hingga kontinuitas pelayanan (kadang mengalir kadang tidak) juga patut dipertanyakan. Selain itu, cakupan pelayanan dari dulu hingga sekarang juga tidak meningkat secara signifikan. Padahal biaya itu semuanya tetap ditanggung oleh pemprov DKI Jakarta. Diperkirakan jika kontrak hingga selesai (tahun 2022), puluhan trilyun rupiah kas DKI akan tersedot menutupi kerugian Palyja dan AETRA ini.

Memang ada ironi di Indonesia, sumber daya air berlimpah, tetapi rakyat yang terakses air bersih tidak sampai 50%. Berbeda banget dengan Singapura, tidak punya sumber air baku, tetapi sistem pengelolaan airnya bagus sekali, kualitasnya bisa langsung diminum. Dulu Singapura dapat air bersihnya dari Malaysia, tetapi pada tahun 2002, kerjasama dibatalkan.

Akhirnya Singapura benar-benar berjuang mencari air baku, diantaranya dengan membuat reservoar untuk menampung air hujan, desalinisasi air laut dan juga dengan mengolah air limbah/bekas kembali menjadi air bersih. Pengelolaan air di Singapura dikelola olehpemerintah, Public Utilities Board, dibawah Kementerian Lingkungan.

Komitmen pemerintahnya sangat kuat dalam upaya penyediaan air bersih ini bagi rakyatnya. Semoga komitmen pemerintah Indonesia juga begitu, tidak tergiur untuk korup, atau pengelolanya pihak-pihak yang tidak kompeten.

Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun