Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mengatasi Defisit APBN, Apa Upaya Tim Jokowi soal Pajak?

21 November 2014   18:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:13 1433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14165474251849162126

[caption id="attachment_377037" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi penggelapan pajak. (Kompas.com)"][/caption]

Dari sisi APBN, jika tidak ingin defisit tergerus oleh masalah subsidi BBM, tentu dari sisi pendapatan ada upaya yang seharusnya bisa ditingkatkan. Saya tidak bilang bahwa dari berbagai sisi pajaknya dinaikkan, tetapi ada beberapa poin di mana pengelolaan pajak memang masih amburadul, sehingga fungsinya sebagai sumber pendapatan di dalam APBN juga tidak optimal.

Beberapa potensi pajak yang hilang tersebut adalah:

1. Ketika hadir di Mastel, terungkap bahwa di Indonesia sekitar 60-80% telepon seluler yang diperdagangkan adalah barang ilegal yang tidak bayar pajak. Padahal hingga kini, ada 250 juta ponsel yang telah dipergunakan rakyat Indonesia. Ponsel ilegal tersebut merugikan dari 3 sisi, yaitu merugikan negara karena tidak bayar pajak, tidak memberi layanan purnajual yang baik kepada konsumen, dan ketiga menurunkan daya saing produk lokal dan ponsel legal. Berapa potensi pajak yang hilang? Sekitar puluhan triliun

Bukan hanya ponsel, tetapi kosmetika ilegal impor yang beredar juga banyak sekali. Begitu juga mainan anak, dan produk manufaktur impor lainnya yang ilegal.

2. Pengelolaan pajak di BPN. Bos saya pernah ketemu orang KPK yang bilang, ada 3 lembaga yang bikin frustrasi soal transparansinya, salah satunya di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Properti di Indonesia adalah yang paling berkembang saat ini. Untuk Jakarta saja, kenaikan harganya tertinggi di dunia, mencapai 27%. Dan setiap transaksi, bukannya selalu membayar pajak? Untuk sertifikasi, untuk jual-beli.

Bahkan kalaupun sudah sertifikasi, balik nama pun masih kena pajak. Tetapi kita tahu, proses di BPN masih berliku. Belum online, masih ketemu orang per orang. Ini merupakan celah bahwa pajak bisa saja tidak sampai sebagai pemasukan negara.

3. Optimalisasi pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai. PPh para karyawan kantoran kan sudah jelas, tiap bulan keluar PPh-nya. Nah yang bukan pegawai kantoran, bagaimana menariknya?

Soal pajak gini jadi inget mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang juga menyedot BBM subsidi. Ini juga kehilangan pajaknya hingga Rp 10 Trilyun, aneh kan? Namanya APBN lagi defisit, gitu loh, pajaknya malah dihilangin.

4. Cukai rokok. Selama ini, cukai rokok Indonesia termasuk terendah di dunia, sehingga harga rokok pun murah meriah. Jika cukai rokok dinaikan, maka pendapatan negara juga bisa meningkat. Pada tahun 2013, rakyat Indonesia menghabiskan 302 milyar batang rokok. Jika sebatang Rp 1000 saja, duit yang dibakar mencapai Rp 302 triliun.

Itu duit yang dibakar jadi penyakit. Jika cukai naik 10% lagi, maka paling tidak negara bisa dapat tambahan Rp 30,2 triliun. Gak ada cerita soal penurunan konsumsi rokok, karena kenyataannya konsumsi rokok tetap naik gila-gilaan setiap tahun, baik karena pertumbuhan penduduk (selalu banyak target baru, karena setiap hari di Indonesia bayi baru lahir aja sebanyak 2 juta orang, sekitaran penduduk Singapura, remaja baru puluhan juta orang, sekitaran penduduk Malaysia... remajanya doank) maupun promosi yang 'misleading' dari industri rokok masih semarak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun