Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menang Tanpa Ngasorake, Filosofi Jawa dalam Konteks Pemilu

18 Maret 2014   17:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:48 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekarang ini memang lagi jor-joran banget kampanye pemilu. Kalau lihat di tv, kampanyenya unik-unik, tetapi kebanyakan berbiaya mahal. Yah gimana gak mahal, iklan di TV aja biayanya bisa milyaran, kemudian belum lagi masang baliho yang segeda gaban di jalan utama.

Mengadakan acara, apalagi kalau memakai artis, wuih, bayarannya juga gak kira-kira. Ada juga loh, yang pakai SPG cantik-cantik seperti model, menyebarkan brosur untuk memilih anggota DPRD tertentu. Satu orang per hari dibayar sekitar Rp 1 jutaan. Belum lagi menjadi 'penggembira' acara, yang bisa jadi dikasih uang transportnya Rp 50 ribu - Rp 100 ribu.

Kampanye seperti ini mah masih mending, ngangkat diri sendiri, atau parpol sendiri, walau sumber kekayaannya entah darimana. Lah, ini banyak juga yang melakukan dengan merendahkan kompetitor. Kalau pakai data valid mah masih dianggap perbandingan wajar, tetapi kalau sudah black campaign? Membohongi, sebohong-bohongnya mengenai kualitas seseorang?

Untuk apa semua itu? Untuk bisa merebut hati rakyat? Kemudian duduk disinggasana kursi terhormat? Setelah duduk bisa lupa darat?

Kadang, ngeri ya, melihat orang berani mengambil tanggung jawab untuk mewakili 'kepentingan rakyat'. Tidak merasa bahwa ini suatu tanggung jawab yang akan ditanya di dunia dan akhirat. Disumpah dengan kitab suci, dibawah bendera Indonesia, janji suci memakmurkan negeri.

Setiap manusia yang diwakili, jika ada yang masih menderita, apakah masih sanggup bagi 'yang mewakili' untuk berhura-hura?

Jadi inget filosofi Jawa. Filosofi yang dalem, tetapi sungguh susah di masa kini untuk dilaksanakan. Ketika orang berlomba-lomba menggunakan kekayaan yang entah darimana, menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan, semoga masih ada yang ingat filosofi ini, ngelurug tanpa bala, sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, menang tanpa ngasorake.

Ngelurug tanpa bala, menyerang tanpa pasukan, gak perlu mengerahkan massa atau bala sebesar-besarnya, tetapi yang jelas, kerja nyata pemimpin atau yang diwakili benaran ada di tengah masyarakat. Ini ada yang tak lihat, kampanyenya model kerja bakti mulu, dari RT ke RT, atau ada juga yang sudah berbuat banyak di tengah masyarakat. Kerja ginian sudah dilakukan, bahkan sebelum nyaleg. Semoga caleg ini beneran terpilih deh dan nantinya bisa meneruskan kerja seperti ini terus dalam konteks yang lebih luas dan strategis.

Sugih tanpa bandha, atau kaya tanpa harta, maksudnya caleg atau pemimpin itu merupakan orang yang sederhana, tidak menjadikan kemewahan sebagai bagian dari gaya hidup. Dia kaya dengan kekuatan persahabatan, jaringan kerja, kompetensi, dan kekayaan jiwa: amanah, jujur, baik hati, ramah, hangat.

Digdaya tanpa aji, berarti kekuasaan tidak tercipta karena sesuatu kekuatan fisik, materi berlimpah, tetapi dari kewibawaan seseorang. Seseorang yang dari perkataan dan perbuatannya membuat semua orang bisa tunduk, menghargainya.

Menang tanpa ngasorake, menang tanpa menghina lawan. Inilah filosofi yang tidak merendahkan lawan, tetapi kalau perlu merangkul, dan bersinergi menyatukan potensi-potensi terbaik anak negri, baik kawan maupun lawan, untuk kejayaan Indonesia. Indonesia Raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun