Ketika lagi makan-makan di suatu cafe, adik iparku menunjukkan suatu tulisan di The Jakarta Post. Tulisan itu berjudul: Islamic finance can save the world. Tulisan tersebut adalah opini Leonid Bershidsky, Bloomberg view contributor. Dan kalimat pembuka tulisannya sungguh menarik: "The UK government’s decision to issue a sukuk — a bond that complies with Islamic sharia law — raises an interesting question: What if the UK and other non-Muslim countries switched fully to Islamic principles in finance? I think the world might be a better place." [caption id="attachment_320518" align="aligncenter" width="598" caption="Sungai Thames di London. Investasi Islam untuk Tower di sisinya? Foto.Dok.pribadi"][/caption] Tulisan tersebut memang mengomentari keinginan pemerintah Inggris, melalui PM David Cameron untuk menjadi negara yang menjadi Pusat Keuangan Islam di dunia, terutama di Barat. Dan keinginan tersebut bukan main-main. Sekarang ada 20 bank di Inggris yang menawari produk keuangan syariah, sementara ada 49 produk yang disebut 'sukuk' atau obligasi syariah dengan total nilai $43 billion. Pertumbuhan Islamic Finance memang tinggi sekali, yaitu 50% dibandingkan perbankan konvensional. Nilai globalnya mencapai $1,8 T. Ambisi David Cameron tersebut juga diwujudkan dengan me-launching 'Islamic Index' di London Stock Exchange. Yang menarik, bukan saja riil keuangan Islam dalam bentuk perbankannya, tetapi juga kajian islamic finance sudah bertebaran di belasan Universitas terkemuka Inggris. Salah satunya ada di Cambridge. Prinsip Keuangan Islam Sebenarnya apa perbedaan keuangan islam dengan konvensional? Sederhana saja, nilai yang ditawarkan atau yang diinvestasikan merupakan nilai yang riil, dan keuntungan diperoleh bukan dari bunga, tetapi dari bagi hasil yang adil. Prinsip lainnya adalah keadilan dan peruntukan usaha yang memiliki nilai manfaat bagi manusia. Jadi perbankan syariah tidak akan investasi bagi usaha yang tidak jelas bentuk usahanya (pembunuhan, perang, prostitusi, miras, dsb.-nya) dan yang masih spekulasi. Seperti sukuk, disebut juga obligasi syariah, adalah sertifikat bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan, yang terbagi atas: kepemilikan asset berwujud tertentu, nilai manfaat atau jasa atas proyek tertentu, kepemilikan atas asset proyek tertentu. Dalam keuangan Islam, uang itu sendiri bukan nilai asset. Tetapi medium, tidak dapat diperdagangkan, jadi hanya sebagai alat transaksi. Yang dipertukarkan dan menjadi bernilai adalah asset, atau proyek itu sendiri. Kemudian, prinsip lainnya adalah adanya akad, atau perjanjian kerjasama yang teguh, dan amanah, kejujuran dalam prinsip pelaksanaannya. Karena sistemnya bagi hasil, jadi ya harus jujur, untungnya sekian, bagi hasilnya sekian. Bahkan kalaupun rugi, bisa saja juga ada pembagian hasil ruginya. Terakhir, kutipan dari penulis di the Jakarta Post tersebut, juga cukup menarik: " If countries like Greece, Spain and Italy held to Islamic finance principles, they would not have been able to run up enormous unsecured debt burdens. Religion notwithstanding, Islamic bankers might have something the world wants after the recent crisis: Finance that people can understand" Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H