Ini berita baik bagi rakyat yang sudah menjerit dengan kenaikan harga LPG. Baru saja pemerintah menurunkan harga LPG dari kenaikan Rp 3.999/kg menjadi kenaikan Rp 1000/kg. Tetapi tetap naik loh.
Jadi harga dasar dari Pertamina Rp 82.500, dari sebelumnya Rp 126.000, sebelumnya lagi Rp 78.000. Ini belum harga eceran hingga ke konsumen akhir. Jika sebelum kenaikan harga di Jakarta saja harganya mencapai Rp 90.000, maka dengan asumsi distribusi tetap, maka harga akhir di konsumen akan mencapai Rp 102.000 (untuk Jakarta). Untuk daerah lain, bisa jauh lebih tinggi.
Yang anehnya, keputusan ini dikeluarkan setelah pemerintah (Menteri-Menteri: Hatta, Dahlan, Jero Wacik, Chatib Basri) plus Pertamina bertemu BPK. Nah, kejanggalan pertemuan dengan BPK ini adalah:
1. Jika kenaikan menjadi Rp 1000, berarti apakah hasil audit BPK tidak cukup kuat dan kredibel, sehingga bisa 'diutak-atik' sesuai kebutuhan? Pertamina berasalan naiknya harga LPG adalah karena hasil audit BPK yang menunjukkan kerugian Pertamina selama bertahun-tahun dalam distribusi LPG.
2. Jika pemerintah yang menurunkan harga gas, berarti pemerintah telah melanggar regulasi, karena pemerintah sendiri yang menyebutkan bahwa gas LPG tidak perlu disubsidi, sehingga Pertamina memiliki mekanisme sendiri dalam mengatur harga.
3. Jika regulasi tidak mengatur subsidi, apakah pemerintah memiliki peta pricing policy (kebijakan harga) bagi korporasi negara semacam BUMN Pertamina ini? Sebenarnya kerja Menteri ESDM itu apaan yak?
Apakah memikirkan roadmap kebijakan energi Indonesia secara strategis? La wong gas itu merupakan kekayaan terbesar Indonesia, jauh lebih besar cadangannya dibandingkan dengan BBM, tetapi roadmap infrastruktur energi sehingga tidak perlu ekspor terus impor lagi, seharusnya sudah dipikirkan. Aneh Indonesia ini, LNG ekspor dengan harga jauhh dibawah harga internasional, tetapi rakyat ditekan untuk membeli LPG sesuai harga internasional? Sudah begitu LPGnya impor pula.
Jaringan yang seharusnya serius dibangun pemerintah adalah PGN (pipa gas nasional). Termasuk SPBG untuk pengganti BBM. Tetapi ini malah gak dipikirkan. Malah bikin kebijakan mobil murah yang menyedot BBM. Padahal pajak yang hilang sebesar Rp 10 Trilyun, sangat bisa untuk membangun infrastruktur PGN.
4. Apa kebijakan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah agar rakyat tetap dapat mengakses gas secara terjangkau, sesuai daya beli, dan barangnya selalu ada. Jangan harga murah, tetapi barangnya tidak ada.
5. Pertamina melakukan monopoli, tetapi tetap rugi. Apakah Pertamina masih menjadi 'sapi perah' oleh DPR dan pemerintah? Misalnya, untuk mencairkan subsidi di APBN yang nilainya ratusan trilyun bisa 'dipalak' dulu sekian persen? Jadi keseriusan pemerintah dan DPR untuk menjadikan Pertamina profesional, kuat dan hebat, lebih hebat dari Petronas memang lemah?
6. Kebijakan penurunan harga ini juga aneh, langsung keluar setelah SBY mengeluarkan instruksi 1x24 jam harus ditinjau kembali. Maksudnya apa ya, kok samar-samar 'kesan'nya karena mau pemilu? karena sekali lagi, kebijakan ini sudah lama sekali diwacanakan Pertamina, sehingga tidak mungkin pemerintah tidak tahu. Apalagi 2 komisaris Pertamina adalah Dirjen di ESDM dan Pejabat di Kemenku. Rasanya kok seperti jeruk makan jeruk yak?