Hari Sabtu tanggal 24 Mei 2014, saya dan suami mengikuti pembekalan haji pertama. Infonya sih mengenai manasik, tak kirain dah langsung praktek, hehe, ternyata baru informasi umum banget, terutama mengenai himbauan soal zakat, infak dan sedekah (ZIS). Di ZIS yang dikelola oleh kemenag Jaksel ini saya kaget ketika mendengar jumlahnya disebut tertinggi di Jakarta, sebesar Rp 23 M.
Wah, kalau dikurangi amil (seperdelapan pengelolaan zakat), berarti sekitar Rp 20-an M. Sebulan sekitar Rp 1,7 M. Ehmm dengan nilai segitu perbulan, seharusnya sudah tidak ada lagi yang menjadi pengemis, anak jalanan dan pengamen di seputaran Jakarta disini. Dan dengan biaya untuk amil sekitar Rp 2,875 M, seharusnya pengelolaan ZIS ini bisa profesional. Tetapi apakah bisa diaudit juga seperti dana haji? Karena berdasarkan UU Pengelolaan Zakat 2011, ZIS langsung dibawah BAZNAS yang bertanggung jawab kepada Mentri Agama dan Presiden.
Setelah himbauan ZIS yang lumayan lama, baru masuk mengenai persyaratan haji, dan rincian biaya haji. Wah ini menarik sekali, ketika bapak dari kemenag menjelaskan bahwa dari biaya sekitar USD 3220 (masih perkiraan, belum pengumuman resmi), sekitar USD 2200 adalah untuk ongkos pesawatnya. Langsung kami buka internet penerbangan reguler Jakarta-Jeddah tanggal 1 September (kloter 1), pulang tanggal 10 Oktober 2014 Jeddah-Jakarta. Dapatlah penerbangan Saudi Airline dengan biaya USD 1185 (sumber:expedia.com). Ya ampun selisih ongkos pesawat ini sekitar USD 1000 alias Rp 11 jutaan sendiri!
Suami saya langsung pengen nanya ke si bapak. Jangan dulu deh, kataku, ntar bisa-bisa nama kita dicoret loh! Eh, suamiku tetap keukeuh mo nanya. Katanya kasihan orang-orang sederhana di Indonesia harus naik haji semahal ini. Padahal banyak yang jual tanah, nabung demi bisa haji. Akhirnya ketika sudah selesai acaranya, kami berkesempatan ketemu si bapak dari kemenag, lagi duduk santai. Kamipun bertanya dengan sopan mengenai perbedaan yang begitu mencolok mengenai tiket pesawat tersbeut.
Kata si bapak, itu karena pesawatnya sewa pakai Garuda. Kenapa mesti disewa khusus? Katanya karena ketika pulang dari Jeddah mesti dalam keadaan kosong. Loh kalau kosong, saya jadi mikir, penerbangan internasional itu memang tidak selalu penuh kok. Ketika saya pulang dari Geneva, pesawatnya kosong banget, sepertiga aja gak sampe. Menurut saya, justru balik dari Jeddah, Garuda bisa bikin promo khusus untuk para TKI Indonesia yang jumlahnya sekitar 1 juta lebih itu untuk bisa pulang kampung.
Tentu saja tidak mengharapkan ongkos pesawat haji serendah Saudi airline, karena Garuda memang khusus, tetapi mbok ya jangan setinggi itu selisihnya. Bisa saja selisih USD 300-500, tetapi jangan sampe USD 1000 lah.
Kemudian, dalam komponen biaya haji memang ada biaya tidak langsung. Ini yang disebutkan untuk membiayai para petugas. Tetapi jika benar yang disebut KPK bagaimana Kemenag, SDA membiayai kerabat, teman, kolega hingga hampir mencapai 100 orang dari biaya haji umat, alangkah teganya (teganya, teganya, ampe 13 kali).
Seharusnya SDA berkaca kepada pak Harto. Ketika beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1991 dengan keluarganya, semua biaya termasuk pasukan pengaman (paspamres) presiden yang dibawa oleh pak harto dibiayai secara pribadi oleh pak harto. Tetapi kalau pejabat Kemenag? Tawaran haji gratis memang suka diumbar kepada koleganya. Jadi inget mertuaku juga dulu pernah ditawari haji plus gratis oleh pejabat kemenag (sekarang petingggi MUI), tetapi menolak dengan tegas. Dan bilang,'bapak tidak melihat ya, bagaimana rakyat ini berjuang untuk bisa haji dengan menabung bertahun-tahun?"
Semoga pengungkapan KPK mengenai haji ini membuat pengelolaan Haji ke depan bisa profesional, transparan, akuntabel.....ngarepnya ZIS juga digituin.....:D
Ya sudah, Salam Kompasiana!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI