Pada tanggal 27 September 2018 lalu ditandatangani Sales Purchase Agreement dengan Freeport untuk divestasi saham 51% oleh Inalum.Â
Betapa untungnya Freeport karena ini berarti kontraknya yang seharusnya habis 2021 diperpanjang 2041. Selain itu Freeport juga sudah mengantongi toleransi pengunduran kewajiban pengolahan dan pemurnian melalui smelter.
Yang parahnya tentu dampak lingkungan Freeport, yang menurut temuan BPK, ekosistem yang dikorbankan dari pembuangan limbah operational penambangan mencapai Rp 185 Triliun. Dampaknya ke hutan, sungai, muara hingga laut.Â
Hitungan BPK juga diperkuat dari data LAPAN jika luasan terdampak limbah semakin luas. Selain itu Freeport juga menggunakan kawasan hutan lindung tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 4.535 ha. Ini melanggar UU Kehutanan no.41 tahun 1991 jo UU. no. 19 tahun 2004.
Menurut JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), limbah Freeport telah mencemari 5 sungai dengan limbah beracun, yaitu sungai Aghawagan, Otomona, Ajkwa, Minajerwi dan Aimoe.Â
Jika sisa tambang sebelumnya di Erstbeg berupa lubang dengan diameter 500 m, dan kini berupa kubangan air bewarna hijau, maka cakupan luasan Grasberg mencapai diameter 2,3 km.
Seharusnya dampak lingkungan ini murni menjadi beban Freeport. Tetapi setelah divestasi akan menjadi beban Indonesia juga?
Berhargakah divestasi saham itu untuk Indonesia? Membeli saham seharga Rp 57 Triliun, didanai oleh 8 bank asing? Lucunya lagi, proses divestasi harus dengan restu China, jika tanpa itu Freeport gak mau 'closing'? Katanya karena China pasar utama tembaga, jadi dia berkuasa sebagai 'pembeli'?
Yang parahnya, selama proses yang belum tuntas ini, laju pengerukan emas oleh Freeport mencapai 210 ribu ton ore/hari. Emas penambangan terbuka setinggi gunung emas Grastberg yang gampang diambil akan habis 2019. Sudah terkeruk jadi lubang raksasa seluas diameter 2,3 km, jauh lebih luas dari Erstberg.
Yang masih tersisa adalah penambangan rumit dibawah permukaan bumi, dengan potensi 1.187 ton . Potensi loh ya, karena belum dikeruk. Pertambangan dibawah bumi ini beresiko tinggi, berbiaya tinggi, dengan teknologi canggih, karena akan jadi pertambangan terdalam didunia? Â Dan hasilnya pun belum bisa diambil sekarang, baru tahun 2031-2035?
Yang jelas jangan sampai 'legacy' pertambangan emas terbesar di dunia ini adalah dampak lingkungannya bagi warga Papua. Â Ketika sumber sumber kehidupan tercemar.