Di suatu perjalanan ke Jawa saya melihat tulisan di bus yang dulunya terkenal banget sering kecelakaan: Â 'kalau melihat supir ugal ugalan, mohon telp dibawah ini.' Dan tercantum no.telp pengaduan yang dimaksud. Terus saya ngebatin, semoga setelah bikin ginian bis ini gak sering kecelakaan. Emang sih gak kedengaran lagi bis ini kecelakaan. Yang ada bis lain.
Memang kecelakaan bus beberapa kali terjadi di Indonesia. Pada umumnya karena supir ugal ugalan, bisa juga karena kondisi bus tidak prima (seperti rem blong) ataupun kondisi jalan yang rusak, tanjakan, licin ataupun longsor.
Mekanismr pengaduan itu adalah salah satu upaya untuk meminimalkan kecelakaan. Karena top manajemen ataupun pemilik suatu perusahaan belum tentu tahu riil kondisi lapangan. Tidak bisa mengawasi setiap waktu.Â
Dia perlu konsumen, ataupun pihak ketiga untuk memberitahunya apa sesungguhnya yang terjadi dan kemudian memperbaiki system keselamatan perusahaan transportasinya.
Nah itu skala bus. Gimana dengan penerbangan? Ketika mendengar di ILC testimoni penumpang Lion Air yang berangkat dari Denpasar, merinding rasany. Ini berarti melengkapi penjelasan host suatu acara di instagramnya yang sudah dimuat juga di banyak media.Â
Betapa parahnya kondisi pesawat ketika itu. Delay beberapa jam, penumpang sudah masuk kepesawat kemudian keluar lagi. Penumpang tanya ada apa, tidak ada penjelasan sama sekali dari pihak Lionnya?Â
Penumpang panik tetapi tidak tahu harus mengadu kemana? Tidak tahu lapor ke siapa? Komplain pada petugas yang ada hanya dicuekin?
Bahkan ketika sudah lepas landas, pesawat 2 kali terhempas, dan ketika sudah terbang tercium bau gosong seperti kalo mobil kampasnya terbakar.Â
Lantai pesawat terasa panas, suara mwsin aneh, dan Alhamdulillah penumpang diberi keselamatan pesawat mendarat di Soetta (Sumber: ILC, selasa 30 Oktober'18).
Itulah ironinya, penumpang panik, bingung, was was, tetapi tidak ada akses pengaduannya? Kondisi pesawat di Denpasar itu pertanda kelalaian yang sangat parah di sistem keselamatan penerbangan kita?Â
Dan cukupkah hanya Direktur Teknik yang dicopot Menhub? Bagaimana dengan Dirut, bahkan Menteri sekalian mundur sebagi bentuk tanggungjawab terhadap sistem keselamatan transportasi?