Itu yang saya pikir ketika melihat billboard Cak Imin di jalan utama Jakarta dekat Pancoran. Karena biaya masang billboard ini kan gede sekali.
Di Jakarta untuk pemasangan iklan gini biayanya sangat mahal, tergantung lokasi. Bisa Rp 600 juta perbulan. Perbulan loh. Padahal ini sudah beberapa bulan billboard itu ada.
Dan billboard yang bertebaran itu bukan hanya satu titik di Jakarta saja, tetapi juga di banyak titik. Begitu juga di kota kota lain. Promosi Cak Imin sebagai Cawapres. Wuih berapa tuh biayanya.
Apakah itu bisa mendonkrak elektabilitas? Gak tau juga ya, soalnya dulu Aburizal Bakri tampangnya juga nampang hingga di desa desa di Jawa. Tetapi gak ngaruh sama elektabilitasnya.Â
Begitu juga dengan Foke. Dulu di banyak titik, hampir semua program DKI ada gambar Fokenya. Kalau ini namanya nebeng sama APBD kali sumber dananya. Tetapi gak ngaruh, Foke tetap kalah.Â
Selain cak Imin, Airlangga Hartarto juga mulai iklan di TV dengan tagline GoJo. Spanduk dan billboard juga mulai bertebaran. Ini juga biayanya darimana ya?
Setahun menjelang pileg dan pilpres 2019, logistik kampanye sudah banyak yang keluar. Iklan di TV, billboard, konsolidasi relawan, konsolidasi posko posko.Â
Istana, kementerian, lah katanya sudah jadi pertemuan pertemuan politik? Bahkan mesjid yang katanya gak boleh jadi ajang politik malah beberapa hari lalu jadi tempat politik pertemuan Jokowi dengan PA 212. Nahloh.
Kalau itu semua memakai dana pribadi monggo saja. Tetapi jangan sampai memakai duit rakyat. Atau dana rekanan yang mendapat proyek? Kita tidak tahu, karena tidak mungkin dana itu datang tak diundang.Â
Sementara KPK sibuk sekali dengan korupsi di daerah. Bagaimana dengan pusat? Di kementerian kementerian? Dengan tender tender proyek? Dengan BUMN? Karena jika mau pemilihan gini, BUMN juga bisa jadi sapi perah?
Jangan sampai mencederai kepentingan rakyat demi logistik pemilu. Dan swmoga KPK mulai awas terhadap ini.