Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mengintip Pendapatan Direksi BUMN; Bisa Mencapai Rp 700-an Juta/Bulan

7 Januari 2014   11:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 4257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13890780281594638511

[caption id="attachment_314349" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] BUMN atau Badan Usaha Milik Negara, memang diupayakan untuk profesional. Dan untuk menggenjot profesionalitas tersebut, renumerasi BUMN diperbaiki berdasarkan Permen No. 2/MBU/2009.  Tentu Permen ini bukan angka, tetapi mekanisme penentuan gaji tersebut. Di antaranya ditentukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika melihat gaji pokok kisaran gaji para Direksi BUMN ini sekitar Rp 150 juta ke atas. Gaji ini jauh lebih tinggi dari gaji pokok Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI dan DPR. Tetapi ternyata itu pun baru gaji pokok. Di luar itu masih ada yang namanya bonus, tantiem, tunjangan perumahan, transportasi, kesehatan, dan santunan (kenapa masih perlu disantuni?), sehingga total pendapatan para Direksi BUMN ini sangat melejit tinggi, hingga mencapai Rp 700-an juta. Bonus didapat dari pendapatan atau keuntungan perusahaan. Jadi jika keuntungannya tinggi, bonusnya juga melejit. Saya tidak mendapat data mengenai Pertamina, yang tahun 2012 membukukan keuntungan Rp 25 Trilyun, dan tahun 2013 targetnya Rp 29 Trilyun. Tetapi sebagai perbandingan, untuk Bank Mandiri dan Bank BRI yang menangguk keuntungan Rp 4 Trilyun saja, bonus para direksi mencapai Rp 48 Milyar (Mandiri) dan Rp 36 Milyar (BRI). Besaran bonus tersebut selain dinikmati direksi, juga dinikmati oleh komisaris. Begitu juga dengan PT. Telkom, yang direksinya berpendapatan Rp 600-an juta per bulan. Jadi, jika dikomparasikan dengan BUMN lain, perkiraannya direksi Pertamina bisa jadi pendapatannya jauh lebih tinggi dari PT. Telkom, Mandiri, dan BRI. Pantaskan Pendapatan Direksi & Komisaris BUMN tersebut? BUMN, sebagaimana namanya, tentu merupakan perusahaan milik negara yang berkepentingan juga memberikan pendapatan sebesar-besarnya kepada negara. Negara yang memiliki saham dalam membuat perusahaan tersebut. Adakah dana investasi yang ditanam oleh komisaris di perusahaan tersebut? Nol. Jadi dalam hal apa komisaris mendapatkan hak atas bonus di BUMN? Dalam hal rapat sekali setahun, pengawasan terhadap kinerja Direksi, dan lain-lain?  Ukurannya dari mana? Tetapi bisa dilihat, dengan saham yang dibuat oleh negara, apakah BUMN tersebut memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyat? Tentu yang diharapkan dividen yang mengalir ke kas negara juga tinggi, kepada 250 juta rakyat yang notabene adalah pembayar pajak, pemilik saham sah di perusahaan negara tersebut. Kemudian mengenai profesionalitas Direksi BUMN. Kadang sebuah perusahaan membandingkan renumerasinya dengan perusahaan murni privat di luar sono. Pertamina dengan perusahaan minyak lainnya, misalnya. Padahal kinerjanya juga sangat jauh berbeda. Baik dari beban kerja maupun jam kerjanya. Saya mempunyai teman yang pernah kerja di Pertamina kemudian pindah ke perusahaan minyak asing. Di Pertamina kerjanya bisa dibilang sangat santai, sementara di perusahaan asing tersebut kerja yang seharusnya untuk 2-3 orang (di Pertamina) dikerjakan oleh seorang saja. Mengenai pendapatan yang sangat tinggi direksi BUMN tersebut, saya jadi ingat ipar saya yang baru saja Agustus lalu lulus Ekonomi UI pernah bilang soal Stiglitz dan pandangannya mengenai kapitalisme. Stiglitz yang peraih hadiah Nobel Ekonomi ini menyatakan bahwa kapitaisme murni mengandaikan bahwa jika manusia bekerja sekeras mungkin, maka dia akan mendapatkan kesejahteraannya. Tetapi ini tidak berlaku sekarang ini. Stiglitz menyorot pendapatan CEO yang sangat tinggi, dengan pekerjaan yang seadanya, dan malah perusahaan besar tersebut menjadi biang keruntuhan ekonomi AS. Tetapi CEO tidak berkurang kesejahteraannya. Bahkan bailout Pemerintah AS masih dipakai bersenang senang para CEO ini, dengan main golf, plesiran kemana-mana dengan pesawat jet pribadi. Sementara di Indonesia, harus diingat bahwa kesenjangan itu juga sangat dalam. Baru saja ketemu kuli bangunan yang bilang betapa kerasnya dia bekerja selama 30 tahun, tetapi bahkan rumahnya saja masih berlantai tanah. Begitu juga dengan jutaan petani, nelayan dan buruh yang bekerja keras, teramat keras, tetapi dengan upah yang sangat minim. Bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sekalipun, yang merupakan hak asasi manusia. Ya Sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun