Ini hasil ngobrol dengan temen dari Pilipina yang bilang ketika ke Indonesia, dia jadi kaya raya. Ya iyalah, dia jadi merasa punya uang berjuta juta rupiah pas nuker duit gitu. 'Wow, uangku jadi banyak sekali,' katanya. Saking banyaknya, dia jadi khawatir bawa uang kemana mana, haha. Terus yang senangnya dia, pas bawain oleh oleh ke Pilipina sono, temennya heran liat harga barangnya. Serasa beli barang mahal banget kali, karena harganya ribu ribuan. Yang jelas, nolnya itu loh, banyak banget, he he.
Wah, aku yang denger gitu mesem mesem saja. Ngerasa banget kok duit kita jadi 'murahan' ya? He he...Padahal kalau dilihat riil ekonominya, Indonesia ya jauh lebih unggul dari Pilipina. GDP per kapita juga Indonesia lebih baik dari Pilipina (4000 US vs 3000 US). Tetapi kenapa nilai tukar uangnya, Peso Pilipina jauh lebih bagus dari Rupiah Indonesia?
Yang jelas, uang Rupiah kita emang no.3 terbanyak di dunia, setelah Dong Vietnam dan Dollar Zimbabwe.
Sebenarnya, dulu aku pernah dengar wacana soal penyederhanaan rupiah ini, yang disebut redenominasi. Uang Rp 1000 jadi Rp 1, dan seterusnya. Tetapi banyak kekhawatiran, termasuk pasar saham yang langsung bergejolak saat wacana ini diluncurkan oleh BI. Padahal BI mengatakan, justru redenominasi ini memang bisa dilakukan saat kondisi ekonomi bagus. Ini bukan pemotongan uang loh (sanering). Tetapi hanya penyederhanaan.
Ini memang mengingat, harga barang sehari hari juga sudah jarang yang dibawah Rp 1000. Jadi inget pas diangkot dulu di Jakarta, seorang pengamen melempar koin Rp 500 yang dikasih kedia sama seorang penumpang. Ya, pengamen aja mintanya minimal udah Rp 1000, he he.
Konon katanya BI juga sudah bikin rencana. Tahun 2011-2012 sosialisasi, 2013 - 2015, mulai transaksi dengan dua macam, yaitu Rupiah yang sudah disederhanakan dan yang belum, tahun 2016 - 2018, mulai penarikan rupiah gede, dan 2019 semua transaksi sudah mulai dengan Rupiah yang sederhana saja.
Indonesia pernah melakukan penyederhanaan gini, tahun 1966, tetapi gagal karena inflasi sedang tinggi. Jadinya ketika sudah penyederhanaan, eh malah sekalian dipotong uangnya. Mungkin kapok karena kasus ini, sentimen pasar masih begejolak kalau diumumkan penyederhanaan seperti ini. Apalagi masyarakat, wah mesti panik kali. Kirain duitnya jadi jatuh, dan gak berharga. Kecuali, kalau sosialisasi emang intensif, dan kondisi ekonomi kuat terus, inflasi rendah. Tetapi gimana inflasi mau rendah kalau harga BBM mau naik?
Terus, kalau memang tidak ada keuntungan signifikan dari penyederhanaan ini, mungkin memang sebaiknya tidak usah aja. Paling tidak rakyat gak panik karena merasa jadi miskin mendadak. Padahal mayoritas sehari hari emang sudah miskin beneran. Kalaupun diledek ma temen temen luar negeri? Ya biarin toh, he he..
Ya sudah, Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H