[caption id="attachment_323316" align="aligncenter" width="576" caption="Pantai Pangandaran. Foto dok.pribadi"][/caption] Kemaren hari jumat malam, jadi juga ke pantai Pangandaran. Kami berangkat tengah malam, sekitar jam 12 malem, dan ketika subuh sudah tiba di Tasik. Wah, disini aku lihat ternyata debu vulkanik Gunung Kelud sudah menutupi jalanan, pepohonan dan atap-atap rumah. Perjalanan debu yang panjang. Siangnya, setelah beberes check in, kami main di pantai Pangandaran. Perasaan sudah lama sekali tidak main kesini. Penataan pantainya sudah lumayan. Jalanan lebar dan mulus. Kemudian hotel-hotel yang bertumbuhan bak jamur di musim hujan ditata disebrang jalan. Jadi tidak ada hotel yang memiliki pantainya sendiri. Semua pantai menjadi pantai publik dan tidak bayar. Ini berbeda dengan di Bali dan Lombok. Banyak hotel yang mengokupasi pantai jadi miliknya sendiri. Jadi terbatas, orang di luar hotel tidak boleh masuk. Sebenarnya kalau melihat pantai ini, yah gak gitu bagus-bagus amat, hehee. Pantai berpasir coklat gelap, tetapi landai dan asyik dipake renang. Yang bagus itu malah pantai di daerah cagar alamnya, tidak jauh dari area pantai Pangandaran. Disitu pantainya putih, dan airnya jernih sekali. Kami naik kapal nelayan kesananya. Disini bisa snorkling lihat ikan-ikan warna warni. Nah, yang asyik itu kalau lihat orang surfing atau berselancar. Saya melihat seorang anak kecil dah jago loh main surfingnya. Meliak liuk mengikuti ombak. Semoga dia ntar kalo gedean bisa seperti Dede, surfer dari pelabuhan ratu yang pernah jadi juara Asia. Anak pantai gitu loh!
[caption id="attachment_323318" align="aligncenter" width="576" caption="Kapal Nelayan, dibelakanya ada Pos Penjaga. Foto dok.pribadi"][/caption] Pantai Pangandaran ternyata saya baca di Kompas hari ini (Selasa, 18 Feb'14) juga menjadi model pengembangan pariwisata dari kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif. Pantai Pangandaran disebut memiliki struktur tata kelola destinasi pariwisata yang baik (Destination Management Organization). Wah, bagus deh kalau gitu. Cuma walaupun sebagai model wisata, saya masih melihat kekurangan masalah keamanan dan keselamatan berenang di pantai sini. Lifeguardnya kurang. Itu loh, yang kek baywatch, orang-orang keren yang lari-larian ngejar orang yang nyaris tenggelam. Jangan bayangkan pake apanya loh! Bisa aja ketutup, yang penting kan semangat menyelamatkan nyawa manusia itu yang penting. Ketika saya tanya, memang ada 6 pos pengamatan ke pantainya. Padahal pantainya panjang sekali, ada pantai barat dan ada pantai timur. Karena pantai ini berbentuk tanjung. Dan setiap pos di jaga 3 orang. Tetapi jam kerjanya hanya sampai jam 5. Padahal yang saya lihat, banyak orang yang berenang di pantai justru setelah jam 5, karena cuaca sudah adem, tidak terlalu panas. Untunglah para pemilik perahu termasuk sigap. Katanya mereka yang suka menolong jika ada yang kelelep, walaupun suka tidak tertolong juga. Masalahnya, kalau petugas resmi kan seharusnya dilengkapi oleh alat pengeker kejauhan, jadi bisa memantau dengan serius kondisi pantai. Ketika saya tanya, apakah ada yang tewas karena berenang, ternyata memang masih banyak. Terutama ketika tahun baru lalu, dimana pantai dipadati pengunjung, beberapa anak meninggal tersapu ombak. Berikutnya juga masih ada satu-dua kejadian. Aduh, semoga pengawas ini bisa diintensifkan disini. Karena selama saya ngider di pantai, memang saya hampir tidak melihat pengawas pantai ini. Bagaimanapun nyawa manusia itu sangat berharga. Semoga menjadi perhatian dan diprioritaskan juga 'baywatch' ala pantai pangandaran ini. Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H