[caption id="attachment_358073" align="aligncenter" width="403" caption="Anak kecil boncengan berempat. Foto: Muassis"][/caption]
Dapat diperkirakan, jika BBM naik, banyak kelas menengah yang tadinya sudah seneng dapet mobil kreditan akan beralih ke motor. Kepikiran donk, bayar bensin bisa meningkat sekitar 20% dari pengeluaran (tergantung berapa kenaikannya), darimana uang untuk bayar kreditannya? Belum lagi nyicil rumah dan nyicil lainnya (misalnya aja mesin cuci, tv, dstnya deh, asal gak nyicil tas aja, hehee).
Yups bisa dibayangkan, motor memang sangat irit. Perbandingannya, untuk 1 liter, mampu mencapai 36 km hingga 51 km. Motor juga memiliki kemampuan untuk nyelap nyelip ditengah kemacetan parah yang sering melanda Jakarta. Kalau mobil? Ampiun dah, kemacetannya aja sudah bikin boros bensin yang sangat parah. Belum lagi waktu yang habis di jalanan.
Di tahun 2013, Dewan Transportasi Kota Jakarta memperkirakan kecepatan rata-rata mobil di Jakarta hanya 12 km/jam. Itu nyaris sama dengan kecepatan orang berlari santai, yaitu 10 km/jam. Tentu saja tahun ini akan semakin lambat lajunya, karena tingkat penggunaan mobil semakin tinggi, sementara transportasi publik belum mengalami perbaikan yang signifikan.
[caption id="attachment_358075" align="aligncenter" width="526" caption="Bawa Gas sambil Merokok. Foto: Eva Rosita"]
Sebenarnya ada juga sih alternatif lain yang malah tidak pakai bensin. Yaitu sepeda, untuk jarak pendek, dibawah 3 km. Tetapi para pengendara sepeda ini juga keder oleh pengendara motor. Disenggol mulu, dari belakang kalau macet (pengalaman kalo sepedahan ke kantor, hehee). Padahal seharusnya kampanye bersepeda ini digencarkan lagi, terutama ya untuk jarak pendek itu. Soalnya orang kalo punya motor, jarak pendek tinggal engklek aja suka maless, pake motor tuh. Ke warung blok sebelah yang bisa jalan kaki aja kadang kudu naik motor.
Jadi, pilihan masyarakat berkendara yang paling praktis, lagi-lagi ya motor. Apalagi kreditannya menggiurkan. Cukup DP sekitar Rp 2 juta sudah bisa dapat motor.
Yang jadi pertanyaan, siapkah otoritas kompeten berlalu lintas jika beneran Jakarta menjadi lautan motor? Siap dalam menjaga kedisplinan berkendaraan? Bisakah berkoordinasi antara polisi lalin, Dishub DKI, sekalian juga bisa menerima pengaduan secara cepat dari warga di jalan raya?
Harapan masyarakat, kedisiplinan ini yang harus diawasi dan dijaga. Beberapa prilaku pengendara motor yang patut diawasi:
1. Suka berkendara berlawanan arah dengan arus kenderaan. Ini karena motornya gak mau muter.
2. Suka naik trotoar, mengganggu pejalan kaki, dan merusak kondisi trotoarnya