[caption id="attachment_383095" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (Kompas.com)"][/caption]
Rupiah melemah biasanya memang menjadi ancaman, bagi negara yang ketergantungan impornya tinggi. Mau bahan baku, pakenya impor. Dan memang sudah menjadi hukum ekonomi, carinya ya emang harga termurah. Mau dari negara manapun.
Begitu juga untuk pembayaran hutang ke luar negeri. Jadi nanya kan, kenapa mesti hutang ke luar negeri kalau bisa membiayai sendiri? Kenapa gak pembiayaan dalam negeri? Tetapi ya gitu deh, perbankan luar negeri kan iming-iming pinjamannya menggiurkan. Gampang diakses, gampang cair, gak ribet persyaratan, dan seterusnya.
Tetapi ditengah keterpurukan rupiah ini, ada hikmahnya juga kali ya. Pertama pekerja Indonesia di luar negeri, mesti gajinya jadi berlipat nih dengan lemahnya rupiah, hehee. Kan digaji pake dollar, kiriman ke Indonesia langsung naik juga deh, sekian persen.
Hikmah kedua, menghadapi pasar bebas ASEAN, barang jadi gak bisa sembarangan masuk kalau rupiah melemah gini. Harga produk impor jadi mahal, sehingga produk lokal bisa lebih kompetitif.
Yang ketiga, barang ekspor jadi kompetitif. Terutama bagi ekspor komoditas, seperti coklat, kopi, teh, kelapa, kayu manis, kayu-kayuan. Produk komoditas seperti ini kan tidak pakai bahan baku dari luar negeri, hehee. Alias produk pertanian dan perkebunan. Seperti tadi saya ketemu supir taksi yang punya kebun di kampung. Kebunnya seluas setengah ha (5000 m2), ditanami kopi dan kakao, hasilnya perbulan bisa dapat Rp 10 juta. Dia bisa dapet segini, karena rupiah lagi melemah, dihargai tinggi oleh bule pemburu kopi di daerahnya. Jadi jika petani atau koperasi petani sudah bisa bernegosiasi berjualan ke luar negeri, kondisi seperti ini menguntungkan bagi mereka.
Yang keempat, peluang untuk usaha subsitusi barang impor selama ini. Ada tuh teman yang kerjasama dengan peneliti dari UGM untuk membuat keju mozarela. Keju ini biasanya dapat dari impor, dan karena rupiah melemah, harga barang impornya jadi mahal. Makanya dia berinisiatif buat pabrik kecil-kecilan bikin mozarella ini.
Begitu juga petani bunga. Yang selama ini banyak bunga impor digunakan, dengan harga yang semakin mahal seperti ini, suplainya bisa disubstitusi oleh bunga lokal, yang tidak kalah indahnya. Produk-produk lainnya seharusnya juga bisa, karena sebenarnya universitas punya banyak sekali ahli mengenai produk tertentu. Tetapi belum bisa produksi massal karena terkendala biaya. Kan bisa saja sekarang pelaku usaha buruan kerjasama dengan pihak universitas.
Yang paling penting dari melemahnya rupiah ini adalah jangan sampai rupiah anjlok blek. Kalau sudah anjlok blek, perusahaan sehat manapun yang kadung punya pinjaman luar negri bisa kolaps. Tetapi kalau pelan-pelan gini, stabil (turunnya, hehee), mungkin ini saatnya bagi Indonesia untuk memperkuat produktivitas, membenahi seluruh sistem perekonomiannya, dari hulu ke hilir. Jika sudah baik pondasi ekonominya, rupiah menguat ya makin bagus, atau melemah yah gak gitu masalah.
Ya sudah, gitu aja. Salam Kompasiana!