Aku dibuang dengan tega oleh ibuku. Aku dibuang bersama dua saudaraku. Diantara kedua saudaraku akulah yang paling berbeda. Aku memiliki bulu berwarna abu monyet yang pekat. Padahal aku seekor kucing. Kedua saudaraku memiliki bulu berwarna putih bersih dengan sedikit bulu berwarna keorenan. Kedua warna bulu milik kedua saudaraku itu sepertinya menurun dari ibu. Sedangkan aku tidak tahu turunan dari siapa.
Kami bertiga dibuang di sebuah kebun pisang yang rindang. Gelap dan dingin sekali di sini. Kami bertiga saling melindungi dari terik panas dan dinginnya suhu dimalam hari. Kami ditinggalkan pada sebuah kotak kardus bekas mie instan. Entah ibuku atau majikan ibuku yang tega membuang kami seperti ini. Hari-hari kami lalui dengan saling melindungi. Kami masih sangat kecil. Kami kelaparan yang kami butuhkan pelukan hangat ibu dan air susunya yang pasti menghilangkan rasa lapar ini.
Pada pagi hari yang entah sudah berapa hari kami berada di sini. Matahri pagi ini begitu menyengat. Ada seorang gadis kecil yang mendekati kami. Sepertinya anak gadis itu tinggal di rumah yang berada di samping kebun pisang ini. Gadis kecil itu menyadari akan keberadaan kami. Mungkin setelah beberapa hari kami di sini. Akhirnya suara kami bertiga kedengaran sampai ke dalam rumahnya. Ada rasa bahagia dari diri masing-masing kami.
"Sepertinya mereka akan mengadopsi kita dan memberikan kita banyak makanan dan minuman." kataku kepada kedua saudaraku seraya menenangkan mereka yang terus meronta karena kelaparan.
"Semoga saja. Aku sudah tidak kuat berada di sini." kata saudaraku  yang memiliki bulu paling bagus diantara kami bertiga.
"Kenapa dia diam saja?"Â tanyaku padanya menunjuk saudara kami satunya yang nampak enggan menanggapi obrolan pagi hari ini.
"Kau tidak menyadari? Seprtinya dia sudah tidak tahan. Mungkin sebenatar lagi ajal menjemputnya lihatlah begitu kelaparannya dia".
"Tunggu sabarlah sebentar lagi ada anak gadis baik hati dari rumah itu akan datang ke sini percayalah kepadaku."Â
"Iya cepatlah. Cobalah kau mengeong dengan lebih keras supaya hati anak gadis itu terpanggil dan segera datang ke sini." titah saudaraku kepadaku.
"Baiklah." lalu aku mengeluarkan seluruh tenaga untuk mengeong sekencang-kencangnya.
"Meong....meong.....meong."