Mohon tunggu...
Ilya Ainur
Ilya Ainur Mohon Tunggu... Guru - Penyusun Aksara | SCHOOL COUNSELOR

saya ingin menulis lagi dan terus menulis sampai akhir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku dan Bandung [Bagian 3 "Ibu Oneng"]

17 Januari 2019   16:19 Diperbarui: 17 Januari 2019   16:28 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lama aku tidak menceritakan bagaimana kehidupan ku selama ini di Bandung. Terakhir, yang aku ceritakan adalah tentang orang-orang luar biasa yang aku temui di sebuah panti asuhan pada sebuah daerah di Bandung. Walau mereka masih kecil tetapi mereka banyak memberikan insipirasi bagus bagi hidupku dan teman-teman yang lain. Kali ini, masih tentang seseorang yang hebat yang akan memberikan banyak inspirasi untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga kisah inspiratif seorang Ibu pekerja keras yang akan aku bagikan memberikan banyak dampak baik buat aku dan kita semua tentunya. Jadi, dia seorang ibu yang aku temui pada sebuah tempat yang ramai di Kota Bandung. Pada sebuah jalanan yang besar dan sangat ramai. Begini kisahnya.

Turun ke jalanan, berjualan Gemblong, rokok serta makanan lainnya adalah pekerjaan seorang Ibu bernama Ibu Oneng. Dia melakukan semua itu agar bisa bertahan hidup dan menghidupi keluarga serta suami yang tengah menderita sebuah penyakit yang sering kita singkat TBC. Suaminya mengidap penyakit tersebut telah dari beberapa tahun ke belakang. Ibu Oneng ini juga harus menghidupi keenam anaknya. Walau sudah ada dua orang yang telah bekerja dan malahan membantu meringankan beban yang selama ini dirinya pikul sendiri. Menurutnya, hal yang paling menyakitkan adalah saat dirinya dtinggalkan oleh ketiga anaknya yang saat itu masih kecil. Yang meninggal karena sakit. Sebenarnya jika semua anaknya ada yaitu jumlahnya ada 9. Kemudian kesedihan yang kedua adalah pada saat suaminya positif mengidap penyakit TBC. Yang akhirnya memaksa dirinya untuk mencari nafkah ke jalanan menggantinkan peran sang suami. 

Ibu Oneng memiliki tekad bahwa beliau akan melakukan apapun demi kebahagiaan keluarganya, demi keberlangsungan hidup keluarga mereka. Apapun akan dirinya lakukan sekaa apa yang dilakukannya baik dan halal bagi dirinya dan keluarga. Dirinya memiliki keyakinan dan tekad bahwa tidak akan pernah menyuruh anak-anaknya untuk turun ke jalanan mencari nafkah seperti anak lainnya untuk menggantikan dirinya. Layakanya yang dilakukan oleh ibu-ibu, bapak-bapak, orangtua yang ada di sekitar rumahnya. Yang menyuruh anak mereka turun ke jalanan untuk mencari nafkah membantu mereka bahkan menggantikan mereka yang hanya tumpang kaki menunggu setoran dari anak mereka. Para orangtua yang berbeda dengan Ibu Oneng ini membekali anak mereka dengan gitar kecil atau sering disebut ukulele untuk bernyanyi dan meminta bayaran dari setiap pengendara mobil maupun motor yang tengah berhenti di lampu merah. 

Jalan pintas tersebut lantas tidak diterapkan dan tidak digunakan oleh Ibu Oneng. Dirinya menjadi satu-satunya yang mengambil jalanan berbeda, dirinya rela berpanas-panasan di tengah hari untuk menjajakan dagangan yang telah disiapkan sedari subuh tiba. Alasan dari Ibu Oneng tidak menggunakan cara tersebut adalah karena menurutnya anak-anak memiliki tugas utama yaitu belajar dan membantu pekerjaan orangtua mereka di rumah bukan di jalanan bukan di tempat kerja atau yang lainnya. Beliau berkata padaku bahwa yang bisa orangtua berikan, yang bisa diberikan sebagai bekal oleh seorang ibu dan bapak kepada anak-anaknya adalah bukan semata kesuksesan yang dihasilkan oleh harta melimpah. Melainkan kesuksesan yang kelak mereka akan tuai adalah dari hasil mencari ilmu, bekal utama mereka adalah ilmu dengan cara belajar. Dengan ilmu yang mereka miliki mereka akan mendapatkan apapun yang mereka inginkan di masa mendatang. Mereka akan menjadi manusia yang dihargai dengan ilmu yang melimpah. Mereka akan menggenggam dunia dengan ilmu yang mereka miliki. Jadi, yang diberikan kepada anak-anaknya adalah uang untuk pergi balajar hingga akhirnya mendapatkan ilmu yang banyak dan bermanfaat.

Sampai saat ini, sudah ada dua anak beliau yang tamatan SMK dan sudah bekerja di tempat yang bagus. Walau bukan sebagai peran yang bagus, atau bukan jabatan yang bagus. Tapi kata beliau setidaknya tidak di jalanan seperti ibu dan bapaknya dulu. Mereka bekerja di sebuah gedung tinggi, ya minimal tidak kepanasan walau capek masih tetap ada. Sekarang keempat anaknya masih sekolah ada yang SD, SMP dan ada juga yang sudah di SMK> Kenapa SMK yang dipilih ? Karena wawasan beliau luas, beliau meyakini bahwa anak lulusan SMK bisa langsung kerja. Dan tak apa anaknya tidak sampai kuliah, tak apa hanya tamatan SMA. Asalkan jangan sama seperti ibu dan bapaknya yang tidak sekolah sama sekali. Pekerjaan yang saat ini kedua anak nya kerjakan bisa mereka raih atau dapatkan berkat ilmu, berkat belajar. Itu yang selalu diyakini oleh seorang ibu yang mengaku padaku bahwa dirinya sekarang memiliki kulit yang sangat hitam karena setiap hari dirinya di jalanan kepanasan bahkan kedinginan sesekali.

Terimakasih ibu,, berkat bertemu denganmu aku menjadi tahu. Bahwa tidak ada yang paling berharga selain daripada ilmu. Harta sekalipun, harta yang melimpah pun jika tidak dibarengi dengan ilmu akan menjadi apa nantinya. Semoga lain kali, kita bisa bertemu lagi ya bu. Banyak pelajaran yang saya pribadi dapatkan dari ibu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun