Bicara soal capres cawapres sudah barang tentu benak kita tertuju ke dua calon presiden Jokowi dan Prabowo, bukan kepada cawapresnya meski tanpa cawapres tidak akan pernah dan mustahil Jokowi dan Prabowo bertarung dalam Pilpres 9 juli mendatang.
Dalam acara ILC di tv one beberapa waktu yang lalu (itu pun liatnya di youtube) kata-kata yang sampai saat ini masih teringat adalah kata-kata dari Budayawan, Aerswondo. Kata-kata yang diucapkan adalah, "bagaimana kalau Jokowi dan Prabowo baikkan.?" Dalam forum tersebut para hadirin hanya tertawa senyum manis, tak ada satupun muka yang masam alias tidak senang jika Jokowi dan Prabowo bersatu, paling cuma bingung doang.!
Kembali ke lima tahun yang lalu, ketika PDIP dan Gerindra berkoalisi dan seperti yang kita ketahui, konon ada perjanjian batu tulis yang kita ketahui  (konon juga sudah tersebar luas didunia maya) walau pun arti dari kata "mendukung" oleh Megawati selaku ketua umum PDIP bisa diartikan sangat luas. Dan banyak opini para kader PDIP dan pakar-pakar politik lainnya, perjanjian tersebut tidak mengikat bahwa PDIP mendukung pencapresan Prabowo tahun ini. Menurut hemat saya, karena kalah diPilpres 2009 lalu, bisa jadi di 2014 ini gantian Prabowo sebagai capres, dan dari PDIP lah yang akan diusung cawapresnya. Menurut teman-teman saya yang hobi mengamati politik (bukan pengamat politik), menyatakan peluang  untuk putri Megawati, Puan Maharani untuk mengisi bangku cawapres Prabowo. Namun begitu Jokowi naik popularitasnya dan menang dipilgub DKI, maka sedikit agak ragu-ragu PDIP menyatakan Jokowi sebagai Bakal Capres yang diusung PDIP.
"Seharusnya koalisi tahun ini tetap terjadi antara PDIP dan Gerindra, namun posisi Capres dan cawapres menjadi terbalik, dulu usungannya, PDIP Capres, saat ini Gerindra yang Capres. Cawapresnya Puan Maharani yang berpeluang mendampingi Prabowo. Namun hal ini berubah setelah Jokowi naik popularitasnya yang terkenal dengan blusukannya itu" ujar teman saya yang tidak mau disebutkan namanya juga no hp-nya dan suka mengamati politik dalam negri ini, walau pun teman saya ini cuma lulusan SMA saja.
Tak elak, kubu Prabowo (Gerindra) pun merasa dikhianati oleh PDIP khususnya ketua umumnya. Hingga seperti kita ketahui, hingga detik ini para lovers masing-masing kubu saling serang dan melebarkan celah kekurangan masing-masing kubu. Apalagi kubu Jokowi yang hingga saat ini tetap mempersoalkan kasus HAM yang menimpa Prabowo, walau dulunya ketika duet celah ini seakan-akan tak ada sama sekali.
Yang jadi pokok pertanyaan dan renungan kita adalah, bagaimana kalau Jokowi dan Prabowo bersatu.? Seperti yang dikemuka kan oleh budayawan Aerswondo dalam acara ILC di Tvone tersebut. Sudah barang tentu serangan kampanye hitam atau bahasa bataknya kampanye nabirong, nalomlom dan kampanye negatif dari masing-masing kubu tidak akan pernah terjadi dan tentu capres-capres yang maju dipilpres kali ini lebih fokus kepada visi dan misinya, bukan terganggu dengan serangan-serangan lawan yang bisa berimbas ke psikologi para kandidat yang ada, yang bisa saja terjadi ketidak stabilan menata negara ini jika salah satu menang dalam pilpres nanti.
Masalah siapa capres dan cawapres untuk Jokowi dan Prabowo itu urusan mereka lah yang punya partai, namun alangkah indahnya kedua kubu tanpa gesekan dan saling ramah tamah dalam setiap tulisan, atau dimanapun. Kalau menurut saya lagi nih, soal siapa capres dan cawapresnya lebih baik, Capres "Prabowo" dan Cawapres "Jokowi".
Sekedar ide dan mengimplementasikan kedalam tulisan dari sang budayawan Aerswondo saja kok. Siapa tahu KPU mengiyakan, dan otomatis menghemat biaya pilpres nanti. Hemat, sehat, dan damai.
Salam kompasiana.
Rokan Hilir, 25 mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H