Mohon tunggu...
Iloeng Sitorus
Iloeng Sitorus Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hidup itu seperti hubungan suam istri.\r\nKadang diatas, kadang dibawah. :D

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aksi Penipuan Minta Pulsa Dilakukan Dari Penjara

18 Oktober 2013   22:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:21 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar pengakuan seorang teman yang sedang mendekam disalah satu Rutan (Rumah Tahanan) tingkat Kabupaten melalui Handphone, baru saya percaya jika hal aksi tipu menipu via HP dilancarkan dari balik jeruji besi. Juga sudah merambah jejaring sosial seperti Facebook. Di Facebook sering meyakinkan korban dengan mengaku aparat.

Awal mulanya, dia menelpon menanyakan persoalan HP temannya yang sedang rusak, lantas saya pun coba menanyakan bagaimana keadaan di dalam sana, dan apa saja kegiatan-kegiatan selama di penjara. Sekedar ingin tahu, siapa tahu nanti kalau saya jadi koruptor, kan udah bisa baca situasi, hihihi. Dia pun mulai menjelaskan, untuk bisa jalan-jalan disekitaran Rutan, dia harus membayar kepada petugas sebesar Rp. 15.000,-untuk sekali keluar (keluar dalam ruangan sel, namun masih di dalam lokasi Rutan). Sehari bisa keluar ruangan sebanyak dua kali, kalau pagi dimulai sekitar pukul 08.00 wib hingga tengah hari, dan waktu kedua dimulai dari pukul 13.00 wib hingga pukul 17.00 wib. Jika main kontrakan hingga bebas, biasanya bayar didepan sekitar Rp. 2 jutaan. Berhubung dia sudah bayar kontrak didepan, jadwal perhari untuk keluar 2 kali selama masa tahanan.

Wah lumayan juga ya pemasukan para petugas di Rutan tersebut, tapi ya gitu deh, cuma yang di LP pusat yang sering terkuak. Entah itu bisnis Narkoba, tahanan Koruptor nonton pertandingan Badminton, hingga keluar negeri. Seakan-akan publik terheran-heran akan kejadian itu, apalagi Pemerintah dalam hal ini Kemenkumham. Wajar saja para Koruptor bisa melenggang bebas berkeliaran, lah nyata-nyata makan uang negara hingga milyaran rupiah, sudah tentu banyak uangnya.

Bukan cuma keluar ruangan tahanan, namun para Napi yang memiliki Handphone wajib membayar Rp. 3000,- perharinya, dan hampir rata-rata para Napi memiliki HP untuk menghubungi keluarga di rumah serta melakukan aksi tipu menipu dan lain sebagainya. Jika dikalikan 30 hari, berarti para Napi wajib membayar Rp. 90.000,- / bulannya. Saat ini Napi yang ada jumlahnya cukup fantastis, berkisar 800 jiwa yang kata teman saya itu, kapasitas Rutan hanya untuk 400 jiwa, namun begitu cari informasi di Google hanya sekitar dibawah seratus jiwa. Coba dikalikan 600 jiwa pengguna HP saja sudah 54 juta. Pemasukan yang lumayan fantastis setiap bulannya.

Lantas bagaimana menjual pulsa hasil tipu menipunya.? Teman saya juga menjelaskan, ternyata ada bandar pulsa yang siap menerima pulsa transferan senilai Rp. 100.000,- dihargai Rp. 75.000,- dan siap menampung berapa pun banyaknya.  Teman saya juga menyatakan tabungan pulsa hasil kerja ringannya sudah 3 jutaan dan rencananya akan segera dicairkan kepada bandar pulsa. Bandar pulsa juga ada yang sengaja datang dari luar Rutan dan ada juga yang sedang menjalani hukuman. Dan pulsa pun dijual kembali dengan cara ditransfer. Sungguh peluang bisnis yang menjanjikan, hihihi.

Saat saya tanyakan kok enggak ikut-ikutan kayak Napi yang di Tanjung Gusta Medan.? Dengan enteng dia menjawab, ya di sini enak ngapain berontak.

Begitulah jika keenakan di Penjara, kejahatan akan semakin meraja lela, karena tidak ada efek jera sama sekali. Selagi ada uang dari hasil kejahatan, selagi keluarga tetap mensuport finansial selama di penjara maka kebanggaanlah yang akan hadir untuk para penjahat yang telah menjalani hukuman ketika menghirup udara bebas. Begitu juga dengan Koruptor, yang kerap diperjuangkan tetap dapat remisi hingga vonis yang cuma 5 tahun cuma menjadi 2 tahun. Ya besok buat lagi, dan lagi.

Ada yang pengen.? coba aja jadi Napi. hehe.

NB : Nama lokasi dan daerah sengaja tidak disebutkan, agar kiranya seroang kompasianer seperti saya tidak ikut-ikutan menjadi Napi, tahu sendirilah. :D

Salaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun