Mohon tunggu...
ILMU KOMUNIKASI 3A3 (3T)
ILMU KOMUNIKASI 3A3 (3T) Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

Berita ditulis oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Semester 3 yang mengajak pembaca untuk menjelajahi pesona Sidoarjo, kota yang dikenal dengan keindahan alam dan budayanya yang kaya. Dalam berita ini, kami membahas berbagai destinasi menarik yang bisa dikunjungi, mulai dari wisata alam, kuliner khas, hingga tempat sejarah yang menggugah rasa ingin tahu. Sidoarjo tidak hanya terkenal dengan kerupuknya, tetapi juga menyimpan berbagai spot menarik seperti Taman Sidoarjo, Delta Plaza, dan situs bersejarah yang patut untuk dikunjungi. Dengan penjelasan mendetail dan rekomendasi yang informatif, kami berharap dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk menjelajahi kota ini dan menikmati keunikannya. Dengan gaya penulisan yang komunikatif, berita ini tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga mengajak pembaca merasakan pengalaman langsung menjelajahi Sidoarjo. Mari bersama-sama menjadikan Sidoarjo sebagai destinasi wisata pilihan!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terungkap! Sejarah Tersembunyi Candi Dermo, Gapura Suci Peninggalan Majapahit

6 November 2024   23:20 Diperbarui: 6 November 2024   23:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

IKOM A3.ac.id - Sidoarjo, 23 Oktober 2024 -- Candi Dermo, yang terletak di Desa Candinegoro, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, menyimpan sejarah panjang dan kisah kebesaran kerajaan Majapahit. Berdasarkan wawancara terbaru dengan salah satu penjaga bangunan tersebut yang bernama Ahmad Ghozali, Candi Dermo didirikan pada tahun 1353 Masehi, pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk yang dipimpin oleh Adipati Raden Husein, Sabtu (23/10/2024). 

Candi Dermo adalah salah satu bangunan peninggalan dari era Majapahit yang tersisa di Sidoarjo. Keunikan candi ini terletak pada fungsinya sebagai gapura, yang berbeda dari candi-candi lain yang umumnya berfungsi sebagai tempat pemujaan. Arsitektur gapura ini sederhana namun kokoh, terbuat dari bata merah yang menjadi ciri khas bangunan di masa Majapahit. Candi Dermo telah mengalami dua kali pemugaran besar, Pemugaran pertama dilakukan pada masa penjajahan Belanda, yang menyebabkan perubahan signifikan pada struktur bangunan, khususnya di bagian pintu masuk yang dibuat lebih sempit. Renovasi kedua dilakukan oleh tim Balai Pelestarian Kebudayaan. Meski telah mengalami beberapa kali pemugaran, keaslian bentuk dan struktur candi masih dapat dilihat.

Sebagai salah satu situs budaya yang perlu dilestarikan, Candi Dermo memberikan gambaran tentang kehidupan spiritual dan kebudayaan masyarakat Majapahit di masa lampau. Terletak di tengah perkampungan, candi ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Indonesia yang kaya akan warisan budaya. Di masa sekarang, tradisi budaya atau kegiatan keagamaan yang berhubungan dengan bangunan ini sudah jarang dilakukan. Hal ini karena mayoritas penduduk sekitar beragama Islam, dan upacara adat yang berkaitan dengan kepercayaan Hindu-Buddha sudah tidak dilestarikan. Pengunjung yang ingin melakukan ritual biasanya hanya meletakkan dupa di dalam bangunan.

Candi Dermo kerap dikunjungi oleh pelajar dan mahasiswa yang tertarik dengan sejarah. Mereka memanfaatkan bangunan ini sebagai tempat belajar dan penelitian. Selain itu, Candi Dermo juga menjadi tujuan wisata, baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Ahmad Ghozali  mengungkapkan bahwa ada wisatawan dari luar negeri, termasuk dari Spanyol, yang tertarik untuk mengunjungi candi ini.

Pelestarian dan perawatan Candi Dermo berada di bawah naungan pemerintah melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya. Menurut penjaga candi, masyarakat sekitar cenderung kurang berperan dalam pelestarian candi ini, dan semua pemeliharaan dilakukan oleh pihak pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, bangunan bangunan sejarah seperti Candi Dermo memudar dari perhatian generasi muda. Namun, penjaga candi berharap agar pelajar dan generasi muda lebih peduli dan memahami pentingnya bangunan bangunan sejarah ini. "Harapan kami, anak-anak muda bisa melek sejarah, agar mereka dapat melestarikan budaya Indonesia dan menceritakannya kepada anak cucu mereka nanti," ucapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun