Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cara Islam Mengatasi Baby Blues

12 Juni 2023   21:08 Diperbarui: 13 Juni 2023   01:10 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Republika.co.id

Gangguan kesehatan mental yang menimpa ibu hamil dan menyusui di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Bahkan kini Indonesia menempati posisi tertinggi ketiga di Asia. Sebagaimana diungkap dalam laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023, kasus ibu melahirkan dan alami depresi di Lampung angkanya mencapai 25 persen.

Hasil penelitian Andrianti (2020) mengungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pascamelahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. (Republika.co.id 28 Mey 2003). Merujuk pada angka di atas muncul pertanyaan, ada apa dengan kesehatan mental kaum ibu?

Penyebab Baby Blues

Baby blues umumnya terjadi karena kondisi hormonal. Kondisi baby blues yang parah juga bisa dialami wanita hamil yang mengalami kelahiran tak diinginkan (KDT), wanita yang mengalami KDRT atau wanita dengan rumah tangga yang tidak harmonis. Hal itu sebagaimana dikatakan oleh psikolog dan Ketua Komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) Maria Ekowati. (Republika.co.id, 28/05/2023).

Baby blues syndrome merupakan gangguan kesehatan mental yang dialami wanita pascamelahirkan. Gangguan ini ditandai dengan munculnya perubahan suasana hati seperti gelisah, galau, dan sedih yang tak wajar. Memang, kaum hawa kadang mengalami momen yang dirasakan sulit kala mendapat peran baru sebagai ibu. Tak jarang kaum ibu ini mengalami emosi dan perubahan mood secara drastis, hal mana semuanya bisa berakibat pada  blues syndrome.

Beragam faktor bisa menjadi penyebab bagi kondisi yang tak bahagia pada kaum ini. Seperti sulit adaptasi dengan kehidupan barunya yaitu menjadi ibu, perubahan hormon, kurang istirahat,  waktu tidur yang tak teratur. Emosi yang tak stabil iini bisa juga  berkait riwayat gangguan mental.

Namun di samping faktor di atas, ada faktor lain yang lebih krusial. Faktor itu berupa  ketidaksiapan menjadi orang tua dan memikul tanggung jawab mengurus buah hati mereka, terutama dalam sistem yang serba bebas hari ini. Kesiapan menjadi ibu tidaklah terbentuk secara instan melainkan perlu proses Tidak cukup pula hanua dengan pembekalan pranikah oleh KUA  jelang nikah. Ada proses panjang untuk membentuk mereka siap menjadi istri dan ibu bagi anak-anak mereka. Proses itu dimulai dari pendidikan usia dini hingga dewasa.

Fenomena perempuan menjadi  gampang cemas dan mudah mengeluh usai melahirkan menjadi indikasi bahwa mental mereka tidak terlatih sejak dini untuk menyiapkan diri menjadi ibu dan mengurus rumah tangga.

Pendidikan sekuler yang ada hari mencetak generasi muda yang tidak siap untuk memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Kurikulum sekolah tidak mampu  membentuk kepribadian generasi yang siap bertanggung jawab atas kehidupan. Output dari pendididkan adalah yang bila diuji dengan sedikit kesulitan atau musibah, mereka mudah  stres dan rentan depresi. Ini karena kurikulum sistem pendidikan kita menjauhkan manusia dari aturan agama yaitu pendidikan berbasis sekuler.

Kehidupan dengan corak sekuler kapitalistik telah mencabut kesehatan mental individu. Remaja mudah mengalami gangguan mental saat mereka liberalisme menjadi kibalat  gaya hidup  mereka. Remaja model begini rentan stres hingga depresi dalam setiap masalah yang menghampiri mereka,  tak jarang bunuh diri dianggap sebagai solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun