Kasus Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin menyeruk ke permukaan Seperti kasus kekerasan yang terjadi di daerah Depok, Jawa Barat, yang berujung tragis. RNA Â tega menganiaya putri kandungnya (KPC, 11) hingga nyawanya melayang. Lelaki berusia 31 tahun itu jyga menganiaya dan istrinya (NI, 31) mengalami luka berat. (Republika, 06/11/2022).
Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengklaim bahwa kasus
KDRT ini anak itu karena problem gender. Para pegiat gender ini menganggap permasalahan KDRT oleh sebab budaya bias atau ketidaksetaraan gender. Mereka  menyusun konklusi bahwa kaum ibu  dan anak selalu menjadi korban kekerasan. Karenanya mereka terus menyerukan penghapusan bias gender.
Padahal realitasnya, tidak selalu perempuan menjadi korban. Laki-laki juga  kadang justru menjadi korban kekerasan oleh kaum perempuan. Contohnya,  laki-laki D, lelaki beeusia 45 tahun yang mendatangi kantor kuasa hukum OC Kaligis di Gambir, Jakpus guna meminta bantuan hukum gegara dianiaya oleh istrinya. (TVOne News, 23/08/2022).
Problem Sistemik
Klaim bahwa faktor penyebab KDRT karena ketidaksetaraan gender   adalah salah dan tak sesuai dengan realita. Pasalnya secara fakta, faktor penyebab KDRT itu amat beragam, namun setidaknya bisa dibagi dua, faktor internal dan faktor eksternal.Â
Adapun faktor internal berasal dari relasi pasangan suami istri, seperti ketidakcocokan, kesalahpahaman miskomunikasi, dan semacamnya. Faktor eksternal terjadi dari luar, seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum, yang terkait lingkungan akibat dari sistem yang eksis di tengah masyarakat. Karena, penyebab KDRT itu bersifat sistemik.
Konsep kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh para pegiatnya hanyalah ilusi yang tidak ada realitasnya. Allah, Â Pencipta makluk yang bernama insan telah menciptakan laki-laki dan perempuan beserta kodrat dan peran masing-masing. Jedi keduanya tidak bisa ditukar antara satu dan yang lainnya sesuai dengan karekternya yang alami.
Secara kodrat alamiah, laki-laki dan perempuan berbeda. Hal fisik, misalnya, laki-laki umumnya lebih kuat ketimbang perempuan. Secara psikis, perempuan memiliki jiwa lemah lembut dan keibuan. Wanita dikaruniai organ rahim sebagai  tempat tumbuh kembang janin, yang dengannya pada wanita melimpah naluri lembut dan kasih sayang. Sedangkan laki-laki cenderung sikap tegas ketimbang wanita
Laki-laki tidak akan pernah bisa hamil dan melahirkan sebagaimana perempuan karena anatomi  berbeda dengan wanita. Syariat Islam mengatur bahwa laki-laki berperan sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan adalah ibu dan pengatur urusan rumah tangga.
Karenanya, bila ingin mengejar kesetaraan gender akan menjadi tidak jelas, ilutif, dan melawan kodrat penciptaannya. Apalagi jika ingin menyamakan atau menukar peran  perempuan dan laki-laki, jelas akan menghadirkan persoalan.