Kebudayaan Indonesia dikenal sangat bermacam-macam bentuknya dan beberapa sudah tercatat sebagai bentuk warisan budaya pada organisasi dunia bernama UNESCO. Diketahui, gugusan warisan budaya non-benda di Indonesia paling banyak tercatat hingga tahun 2020 adalah gugusan seni pertunjukan dengan jumlah 378 warisan budaya. Kemudian, warisan budaya non-benda gugusan adat istiadat, upacara keagamaan, dan perayaan sejumlah 345 warisan budaya. Disusul dengan warisan budaya gugusan non-benda kategori kemahiran dan kerajinan tradisional sejumlah 281, kategori tradisi dan ekspresi lisan sebanyak 167, dan yang terakhir gugusan pengetahuan dan kebiasaan perilaku terkait alam semesta sebanyak 59 warisan budaya. (Vika Azkiya, 2021) Hal ini disebabkan oleh beragamnya suku bangsa yang ada di Indonesia sehingga menyebabkan negara ini menjadi negara dengan masyarakat yang majemuk. Penciptaan sebuah kebudayaan bermula, didasari oleh 7 unsur  yang akan memasuki proses internalisasi sebagai konsekuensi dari pertahanan perkembangan budaya itu sendiri. Sebuah kebudayaan dapat dijadikan identitas setiap individu juga kelompok  sebab  budaya  menjadi  unsur  dari  masyarakat (Irianto, 2017).  Sebuah kemajemukan dapat memberikan hal positif terhadap individu. Dapat dilihat bahwa individu menjadi lebih mudah bertoleransi akan kebudayaan yang tidak ia miliki dan ketika ada permasalahan akibat adanya perbenturan budaya yang muncul, individu akan menjadi bijak.
Kebudayaan di Indonesia mempunyai nilai dan makna yang berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya yang menyebabkan para wisatan lokal dan manca negara menyebut bahwa Indonesia identik dengan ragam budayanya. Tentunya budaya tersebut tidak akan elok apabila tidak dilestarikan dan diapresiakan pada kehidupan bermasyarakat masa kini. Bentuk apresiasi budaya local sangat diperlukan agar dapat mencegah budaya lokal tidak digeser oleh budaya masa kini. Implementasi apresiasi terhadap budaya local dapat dilakukan dengan mengenalkan dan melestarikan budaya lokal kepada masyarakat yang lebih luas, khususnya pada muda-mudi lokal sebagai pewaris budaya dikemudian hari.
Di Jawa Timur, salah satu budaya yang masih ada dalam kehidupan masyarakat adalah tradisi Nyadran. Tujuan diadakannya tradisi Nyadran adalah untuk wujud rasa pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dengan melakukan persiapan persembahan, mulai dari makanan untuk keperluhan sesajen yang kemudian dilaksanakan makan bersama, menghias perahu, dan lain-lain. (Sangadji dkk., 2015) Tradisi nyandran ialah bagian dari identitas daerah yang  dibalut melalui serangkaian upacara adat setempat dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Islam.  Tradisi Nyadran harus dijaga dan dilestarikan agar tradisi ini tetap ada dan beken pada masa kini. Semakin hari budaya lokal mulai tergeser dengan budaya masa kini yang terus berkembang dan gaya kehidupan masyarakat semakin maju, sehingga perlunya upaya untuk melakukan perkembangan pada tradisi ini.
Pada tradisi Nyadran memiliki pengaruh terhadap budaya setempat berupa adanya nilai-nilai sosial-kultural meliputi nilai gotong royong, toleransi, religius, persatuan dan kesatuan, dan kerja sama. Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa dari nilai dan fungsi tradisi nyadran inilah masyarakat melestarikan dan menjaga serta menjadikan sebuah kewajiban untuk melaksanakannya (Satria, 2017) Pada penelitian lainnya, disebutkan bahwa tradisi Nyandran dapat meningkatkan kerukunakan antar umat beragama, yang mengartikan tradisi Nyandran berdampak baik. (Mufiroh,2019)
Jika ditinjau dari teori psikologi budaya, tentu ada potensi dalam pengembangan psikologi budaya pada tradisi Nyadran di kabupaten Sidoarjo. Utamanya, pada saat individu dapat berkembang melalui tradisi Nyandran dimana tradisi ini dapat mendorong, membantu perkembangan, dan memfasilitasi kebutuhan, dan dapat mengembangkan nilai-nilai keunikan diri individu dalam sebuah kelompok. (Salis,2019)
Menguatkan individu untuk mendapatkan konsep diri yang kuat melalui tradisi Nyadran, merupakan salah satu upaya yang dapat mengembangkan teori psikologi budaya dalam pengimplikasian keseharian masyarakat. Dalam tradisinya, terdapat sebuah ritual dimana setiap individu membantu menyajikan makanan berupa tumpeng, ingkung (daging ayam) dan pisang raja kemudian makanan tersebut dikumpulkan dan didoakan oleh tokoh agama. Hal ini, dapat menumbuhkan konsep diri yang berbeda dari daerah lain dalam diri setiap masyarakat kabupaten Sidoarjo.
Upaya lain yang dapat dikembangkan melalui tradisi ini adalah dengan saling menghargai tradisi Nyandran dengan melestarikannya, karena pada tradisi Nyabran sangat merespresentasikan kepribadian masyarakat kabupaten Sidoarjo yang kental dengan kebersamaaan, individu yang ringan tangan, dan individu memiliki sifat religius yang tinggi. Hal ini, sesuai dengan teori oleh Darman Jatman (1997) yang menemukan bahwa profil kepribadian masyarakat Jawa adalah memandang jiwanya sebagai sebuah rasa. Rasa yang dimaksud terbagi atas tiga, yaitu : rasa subyek, rasa obyek, dan rasa subyek-objek.Ketiganya dilahirkan oleh satu rasa yaitu rasa hidup. Â Maka dari itu, diperlukannya pelestarian pada tradisi Nyandran di tengah trend masa kini yang semakin berkembang. Peran pemerintah untuk menggalakan tradisi Nyandran juga sangat penting agar tradisi tetap ada dan terlestarikan.
Daftar Pustaka
Azkiya, Vika. (2021). Indonesia Miliki 1.239 Warisan Budaya Takbenda. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/21/indonesia-miliki-1239-warisan-budaya-takbenda
Mufiroh, Tatik Atiyatul. (2019). "Tradisi Nyadran di Dusun Pomahan Desa Pomahan Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro dalam Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber." Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Sangadji, F. A., Ernawati, J., & Nugroho, A. M. (2015). Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo Sidoarjo. Review of Urbanism and Architectural Studies, 13(1), 1-13. https://doi.org/10.21776/ub.ruas.2015.013.01