Mohon tunggu...
Ilman Jampang
Ilman Jampang Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Bumi Parahiyangan- Sukabumi- Jawa Barat, senang berpetualang, Membaca, Menulis, Nonton Film.dll.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilih yang Terbaik

29 Mei 2014   22:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hiruk pikuk politik menjelang pemilihan presiden 9 Juli 2014 akhir-akhir ini menunjukan aktifitasnya yang sangat tinggi. mulai dari pemberitaan media massa (TV, koran, media online, sosial media) yang tiap saat mengabarkan dan membahas aktifitas para calon Presiden dan calon wakil Presiden, aktifitas pendukung dan relawan  yang terus menunjukan geliatnya untuk menunjukan 'heroisme'  mendukung jagoannya.. belum lagi debat-debat para tim pemenang calon Presiden /Cawapres yang tiap hari bisa dilihat di Media Elektronik (televisi) yang sadar-atau tidak sadar perdebatan itu terbawa diruang-ruang publik, entah obrolan di bis kota, Kereta Api, dan warung kopi. obrolan itu dibahas oleh orang yang memang seorang pakar, tapi tidak jarang juga di bicarakan oleh yang mengaku pakar, sampai pada orang yang belajar untuk berpendapat.. it's oke, semua orang bisa mengeluarkan angan-angan dan pendapatnya, yang penting semuanya tetap pada koridor demokrasi dan menjaga ketertiban umum dan menghindari permusuhan.

Ibarat salah satu teori "jarum suntik" yang bisa diisi oleh vitamin, obat atau racun yang di suntikan kedalam tubuh manusia, dimana organ tubuh tidak bisa menahan atau menolak isi jarum suntik itu masuk kedalam tubuh.. jadi, bomastisnya  media massa memberitakan segala aktifitas pemilu dan intriknya, khususnya televisi yang menampilakn seluruh unsur audio dan video, sedikit banyak akan mempengaruhi otak bawah sadar setiap orang dan tersimpan dalam memorinya. dan pada akhirnya apa yang tersimpan dalam memori tersebut bisa menjadi sebuah pemikiran dan mempengaruhi  prilaku orang tersebut.

terlepas dari itu semua, kita jangan melupakan substansi/inti  dari maksud di adakannya pemilu yangmenelan banyak biaya: saatnya memilih putra terbaik bangsa untuk menjembatani dan melayani hajat hidup orang banyak!. jika memilih yang terbaik bukan berarti memilih manusia yang sempurna, karena manusia memang tidak ada yang sempurna, tetapi dari ketidak sempurnaannya itu dia bisa menjadi orang yang mampu memimpin, mendampingi dan melayani masyarakat serta tidak tersandera oleh masa lalunya . bukan berarti ketidaksempurnaan itu menjadi alasan bagi seseorang yang mempunyai beban moral dari masa lalunya untuk bebas melenggang untuk menunjukan diri sebagai putra terbaik bangsa.

butuh kejernihan  hati dan pikiran setiap warga negara untuk merenung  (istikharah) jika tiba waktunya untuk menjatuhkan pilihan dan mendorong seseorang menjadi pemimpin.. pilihan itu mempunyai konsekuensi dan  menjadi tanggungjawab  dimasa depan, dunia dan akherat!

Sebuah pepatah bijak mengatakan " memilih yang buruk diantara yang terburuk" , ini  menunjukan bahwa dalam keadaan apapun kita sebagai warga negara perlu berpartisifasi untuk menentukan arah masa depan nasib kita semua..

"jika saatnya gelap datang, maka cahaya menjadi kehilangan diri" jangan diam dan menghindar dari realitas yang ada, kita harus menghadapinya dan ikut serta berpartisifasi menunjukan yang baik itu adalah baik. jangan biarkan yang baik itu menjadi sirna karena banyak orang-orang yang baik diam dan tidak menunjukan hal terebut.

apa yang tampak dan terdengar setiap hari tentang profile capres dan cawapres, yang positif dan negatinya hendaknya menjadi sebuah  referensi aktual dalam menentukan masa depan. janganlah keberpihakan media massa dalam memberitakan capres/cawapres tertentu (karena pemilik modal sudah menjadi bagian pendukung) ditelan mentah-mentah, butuh upaya  konfirmasi (tabayun) dari berbagai sumber terpercaya untuk menilai fakta yang ada. selamat berjuang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun