Gambar ilustrasi: radikalisme dikalangan mahasiswa
Pembaca yang budiman
Langsung saja, pada tulisan kali ini saya akan menyinggung masalah paham radikalisme, khususnya dikalangan mahasiswa. Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan apa itu paham radikalisme?. Jadi, paham radikalisme adalah suatu bentuk pemikiran atau sikap yg biasanya di tandai dengan empat hal yg sekaligus menjadi karakteristik nya, apa saja itu? Dalam buku pendidikan kewarganegaraan yg pernah saya baca, empat kriteria tersebut tertuang dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme.
Adapun kriteria radikal menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tertulis bahwa yang menjadi kriteria adalah : Pertama, anti Pancasila. Kedua, anti kebhinekaan. Ketiga, anti NKRI. Keempat, anti Undang-Undang Dasar 1945.Â
Salah satu sasaran radikalisme saat ini adalah di lingkungan kampus, kenapa demikian? Karena kampus memiliki pengaruh yang besar dan signifikan bagi paham radikal jika tidak dicegah sejak dini. Dapat kita bayangkan bagaimana pengaruhnya jika seorang yang terpelajar, dianggap sebagai tokoh panutan di masyarakat namun menyebarkan paham radikal, sudah tentu hal ini bukan tanpa pengikut, bahkan sebaliknya, bisa saja pengikutnya bisa berpuluh-puluh kali lipat dibandingkan jika yang menyebarkan paham radikal adalah orang biasa (tanpa latar belakang pendidikan dan ketokohan dimasyarakat).Â
Ada beberapa faktor penyebab munculnya paham radikalisme dikalangan mahasiswa, Pertama, mahasiswa berada pada usia yang selalu ingin melakukan perubahan. Dalam fase ini, mereka membuka diri terhadap berbagai informasi. Kedua, terbuka informasi melalui internet membuat paham radikal bisa menyebar dengan pesat. Dunia siber adalah ruang imajiner yang memungkinkan orang-orang untuk membangun identitas dan dunia mereka yang baru. Sekaligus menjalin komunikasi dengan orang lain yang melakukan penyebaran paham radikal. Ketiga, banyak mahasiswa yang terpapar paham radikal adalah mereka yang tidak, atau belum memiliki konsep diri yang jelas. Mahasiswa radikalis ini memiliki daerah terbuka yang sempit. Mereka menutup diri dari informasi yang bertententangan dengan pemahaman nya. Keempat, adanya pengaruh dari alumni dan pengurus orgaisasi kemahasiswaan yang sudah terpapar sebelumnya. Seniorlah yang mendoktrin juniornya. Berdasarkan penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di 15 provinsi terdapat 39 persen mahasiswa Indonesia terpapar radikalisme,menurut media informasi dari internet yg pernah saya baca.Â
Mahasiswa yang terpapar radikalisme memiliki ciri-ciri anti sosial, mengalami perubahan emosi dan tingkah laku, mereka memang bergaul dengan komunitas akan tetapi komunitas atau organisasi nya tersembunyi atau bersifat rahasia. Mereka juga kerap menggunakan kekerasan, untuk meraih keinginannya. Biasanya berupa gerakan revolusioner atau perubahan. Mereka juga membuat hoax atau berita bohong, berita palsu yakni berdasarkan pikiran dan keinginannya.Â
Oleh karenanya, kampus berpotensi menjadi ladang yang basah bagi pertumbuhan dan penyebaran radikalisme. Sekalipun pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat menyebabkan munculnya gerakan radikal yang berujung pada perilaku teror, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya.
Pendidikan agama khususnya yang harus lebih diperhatikan. Ajaran agama yang mengajarkan toleransi, kesantunan, keramahan, membenci pengerusakan, dan menganjurkan persatuan tidak sering didengungkan. Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih sering memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik daripada mendidik. Maka lahirnya generasi umat yang merasa dirinya dan kelompoknyalah yang paling benar sementara yang lain salah maka harus diperangi, adalah akibat dari sistem pendidikan kita yang salah.Â
Sekolah-sekolah agama dipaksa untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sementara sekolah umum alergi memasukan kurikulum agama, dan tidak sedikit orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru dari kalangan yang berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur, ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan, atau dididik oleh kelompok aliran agama yang keras dan memiliki pemahaman agama yang serabutan.
Pahaman ini tidak boleh masuk sedikitpun ke dalam lingkungan kampus yang bersih dari nilai-nilai negatif perusak keutuhan bangsa, kampus harus menjadi pilar pemersatu bangsa melalui para lulusan/alumni di berbagai bidang. Salah satu tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan perkembangan gerakan radikal tersebut adalah berkembangnya ideologi radikal di dalam lingkungan perguruan tinggi dengan menjadikan mahasiswa sebagai target.