Salah satu novel terbaik karya Pramoedya adalah novel "Gadis Pantai." Novel ini bertempat di Rembang, Jepara. Pada abad 19 memasuki abad ke-20 ini, menceritakan seorang gadis nelayan berusia 14 tahun yang dibawa oleh orang tuanya untuk dijadikan "wanita utama." Ia dibawa pergi ke kota, dengan tubuhnya yang dibalut kain dan kebaya, dan kalung emas berbentuk medalion jantung yang menghiasi lehernya. Malam itu ia dinikahkan dengan sebilah keris, wakil seseorang yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Kini, ia resmi menjadi istri Bendoro, sang priayi bangsawan. Meskipun ia masih belum tahu, tujuan dari pernikahannya.
Sesampainya di depan paviliun gedung utama, Gadis Pantai dan orang tuanya disambut dengan seorang wanita tua, Bujang, panggilannya. Tidak hanya Gadis Pantai yang tinggal di paviliun ini, tetapi anak-anak istri mantan kepala suku (yang sudah tidak ada lagi) juga tinggal di sini. Selama di paviliun ini, Bujanglah yang melayani dan menghibur gadis pantai karena jauh dari orang tuanya. Suatu hari, ketika uang gadis pantai hilang, Bujang meminta Agus untuk mengaku bahwa merekalah yang mencuri uang Gadis Pantai. Alhasil Agus yang terbukti mencuri diusir, begitu pula dengan Bujang yang tidak melakukan kesalahan.
Mardinah, putri seorang pegawai yang tergolong priayi, yang menggantikan Bujang. Suatu hari, ketika Mardinah sedang mengunjungi orang tuanya di sebuah desa nelayan, Mardinah juga mengikuti Gadis Pantai ke desa itu, datang kembali bersama empat pria yang memaksa gadis pantai ikut dengan mereka, seolah-olah Bendoro yang  mengajaknya pulang. Namun orang tua Gadis Pantai yang curiga, berpura-pura bahwa ada perampok yang menyerang desa nelayan. Mardinah dan para pengikutnya pergi ke laut dengan perahu untuk melarikan diri. Ternyata tujuan Mardinah melakukan hal itu untuk membunuh Gadis Pantai, karena dia berjanji kepada bangsawan lain untuk menikahi putrinya dan Bendoro, dengan balasan ia menjadi istri kelima bangsawan tersebut. Setelah sekian lama, akhirnya Gadis Pantai mengetahui bahwa ia dinikahi dengan Bendoro hanya sebagai Mas Nganten (perempuan yang melayani kebutuhan seks).
Tak lama kemudian, Gadis Pantai yang kembali ke rumah Bendoro, melahirkan seorang bayi perempuan. Tapi setelah tiga bulan, gadis itu harus meninggalkan bayinya di pantai dan menerima uang untuk membelikan perahu ayahnya. Gadis Pantai yang sakit hati atas perilaku itu, tidak mau pulang dan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke tempat Bujang, pelayannya dulu. Perjalanan hidup Gadis Pantai selanjutnya tentu akan sangat menarik, sayangnya tidak ada kelanjutan dari cerita ini, karena naskah buku kedua dan ketiga orde baru habis dibakar.
Kecintaan Pramoedya pada masyarakat miskin sangat terlihat dalam novel itu. Bangsawan di novel ini menggambarkan orang yang rajin beribadah, mencintai kebersihan bahkan menyebut nelayan sebagai orang yang tidak beriman, kotor, miskin dan berdosa karena tidak beribadah. Di balik itu, Bendoro adalah seorang pria kejam. Demi kesenangannya sendiri, ia bermain-main dengan perempuan muda dengan mengawini mereka, lalu mencampakkannya ketika bosan, dan mengambil begitu saja anak-anaknya. Bahkan perempuan golongan priayi ikut mendukung sistem yang mempermalukan sesama perempuan. Selain itu, kelas feodal juga membantu penjajah untuk menindas rakyatnya sendiri.
Pesan dalam Novel "Gadis Pantai"
Dalam novel ini memiliki pesan, bahwa sesama manusia harus bisa memanusiakan manusia. Tidak ada yang merendahkan dan membedakan antara golongan bangsawan dengan rakyat biasa. Terlebih sesama perempuan, harus bisa saling mengayomi, peduli, dan saling mengasihi. Sebagai perempuan juga harus bisa berkata "tidak" jika perlakuan orang lain dapat merugikan dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H