Mohon tunggu...
ilma nugrahani
ilma nugrahani Mohon Tunggu... -

Apoteker, Dosen di Institut Teknologi Bandung, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Emotional Intelligence: Bisa Dilatih?

17 Januari 2014   15:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Istilah Intellectual Quotient atau IQ sudah diperkenalkan sejak akhir abad 19 hingga awal abad 20 sebagai suatu parameter untuk mengukur kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Dalam perkembangan selanjutnya IQ dibagi menjadi dua yaitucrystallized intelligence (berkembang hingga 65 tahun) dan fluid intelligence (mandek setelah usia dewasa), seperti telah ditulis secara ringkas pada artikel sebelumnya.

Namun ternyata, fakta yg dikumpulkan sebagai data ilmiah membuktikan bhw ukuran IQ tidak menunjukkan korelasi tegas terhadap kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan masalah. Berbagai laporan menunjukkan bahwa IQ lebih berkorelasi terhadap kemampuan memahami permasalahan logika, numerik, dan teknikal saja; namun tdk pada permasalahan kehidupan secara lengkap. Oleh karena itu, para pakar psikologi mencoba mencari aspek lain yang diduga memiliki korelasi lebih kuat dengan penyelesaian masalah hidup secara lebih menyeluruh/integral.

Emotional Intelligence (EQ) pertama kali diperkenalkan secara serius pada tahun 1985 oleh Wayne Payne's di dalam tesis doktoralnya : A Study of Emotion: Developing Emotional Intelligence. (Meski sebenarnya telah dibahas oleh Beldoch di tahun 1966). Selanjutnya mulai ramai diperbincangkan lagi sejak Daniel Goleman, seorang reporter sains, melaporkan di New York Times tentang konsep EQ yang didiskusikan dengan 2 psikolog kawakan : John Mayer dari University of New Hampshire dan  Peter Salovey dari Yale (1990). EQ makin populer setelah Goleman menerbitkan buku Emotional Intelligence - Why it can matter more than IQ (1995). Teori ttg EQ juga diperkuat data neuroscience yg membuktikan bahwa respon dari amigdala (pusat kesadaran emosi di otak yang terkait dengan inter-relasi) bereaksi lebih cepat dibandingkan bagian otak lain yang bertanggungjawab terhadap proses berpikir, menghitung, berbicara, dan menimbang (aspek IQ).

Berbagai laporan ilmiah selanjutnya makin memperkuat kesimpulan, bahwa EQ lebih berpengaruh terhadap kemampuan manusia dalam menyelesaikan masalah kehidupan. Dari seluruh laporan yang ada, secara kasar dapat di-review bahwa EQ secara signifikan menentukan 85% potensi diri dalam menyelesaikan masalah hidup, dibandingkan 15 % IQ. Bahkan lebih jauh lagi, studi dari Universitas Harvard baru-baru ini menyatakan pengaruh IQ hanya 10 – 25 % terhadap keberhasilan menyelesaikan masalah secara rill dan praktis. Benarkah demikian? Sejauh dunia masih berputar, semua masih mengandung nisbi. However, karena hal ini berdasar fakta ilmiah, jadi sah-sah saja untuk direnungkan, meski tentu bukan angka mati. Pada masa berikutnya, berkembang juga teori dan rumusan tentang Spritual Quotient (SQ) yang patut juga untuk dikenali. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang untuk melengkapi rumusan manusia yang tak pernah tuntas.

Life is the unfinished story, until God say finish ....

Lalu, aspek apa saja yang mendukung EQ, dan apakah EQ bisa dilatih? Berikut pembahasannya secara singkat.

Aspek EQ

Secara garis besar, EQ mencakup 5 aspek, yaitu :


  1. Self-awareness : kemampuan utk mengenali emosi diri sendiri dan akibatnya untuk orang lain.
  2. Self-regulation : kemampuan untuk mengontrol emosi, kejujuran, tanggung jawab, penyesuaian diri, kemampuan menerima ide orang lain.
  3. Motivation : kemampuan untuk memahami tujuan hidup, merencanakan, menepati rencana, memenuhi janji secara konsisten, inisiatif, dan optimisme.
  4. Empathy : kemampuan mendengarkan, mengingat/berterima kasih atas jasa org lain, memohon maaf jika salah, memahami kesulitan org lain, jiwa melayani, menerima perbedaan, mengerti emosi, menghargai norma sosial/lingkungan.
  5. Social skills : kemampuan mempengaruhi, memimpin, menyelesaikan konflik secara baik, kooperatif.


Cara Meningkatkan EQ

Selain bakat turunan, EQ dipengaruhi oleh lingkungan dan motivasi manusia terkait, jadi bisa di-improve. Satu rumusan untuk mengembangkan EQ dirumuskan dlam 7 step sebagai berikut :


  1. Observasi : kenali emosi diri sendiri secara jujur dan terbuka.
  2. Interpretasi : menginterpretasi emosi diri sendiri : sudah oke atau belum?
  3. Perenungan (Pause) : merenung untuk menimbang hal baik dan buruk yg akan dan telah dilakukan kepada org lain secara serius.
  4. Bertindak berdasar inisiatif aktif dan bukan berlaku reaktif karena orang lain.
  5. Reflektif : selalu berusaha untuk mengenali emosi orang lain dan tidak hanya fokus pada ego sendiri.
  6. “Celebration” : merayakan/ memaknai secara positif terhadap kejadian2 khusus dalam relasi.
  7. Perulangan : dengan sabar dan tekun melakukan hal-hal positif dalam membangun relasi secara berulang-ulang : memberi perhatian, berterima kasih, memohon maaf jika salah, dsb.


Secara ringkas, kata kuncinya adalah : kenali diri sendiri untuk bisa mengenali orang lain dengan baik. Mungkin dari aspek SQsiapa kenal dirinya, dia juga kenal Tuhannya.

Bandung, 14 Januari 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun