Mohon tunggu...
ilma nugrahani
ilma nugrahani Mohon Tunggu... -

Apoteker, Dosen di Institut Teknologi Bandung, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Air: Yang Disayang, (yang) Jangan Dibenci...

20 Januari 2014   10:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

by Ilma Nugrahani

Hari ini adalah hari pertama semester baru. Bismillah, berharap semuanya lancar. Dilatari mendung yang kian redup, yang barangkali akan diikuti rinainya yang menderu tak menyisakan debu; sejak kemarin saya membuka lagi file-file kuliah tentang farmasi lingkungan. Mencoba memperkayanya dengan kasus-kasus terkini. Namun yang kutemukan adalah banjir, banjir, dan banjir ... diikuti longsor ... penyakit ... kelaparan ....

Banjir adalah "air yatim", yang tak mampu pulang kampung kembali ke lautan.

dan tak mampu terserap ke dalam tanah untuk disaring menjadi sumber air daratan.

Siapa yang paling bertanggungjawab? Manusia.

Patut direnungkan. Air adalah senyawa yang mengisi 70 persen permukaan bumi. Dari sekian banyak air, yang digunakan dalam hidup sehari-hari hanya 1 - 1,5 persen, sisanya penghuni lautan dan samudera. Selanjutnya patut juga disadari, kita adalah "makhluk air" karena 72% proporsi badan kita adalah air. Jika kadar air turun sepuluh persen saja, maka jiwa kita sudah harus ditransfer ke alam baka .... Bagaimanapun mungkin kita harus bertarung melawannya kini?

Omong-omong, jika sempat mengamati dari TV atau secara langsung air banjir, mari bayangkan apa saja yang terkandung di dalamnya .... Yang pasti adalah mikroba yang berasal dari berbagai sumber : got, tumpukan sampah, manusia, kotoran binatang, dsb. Pada saat banjir, semua makhluk seolah mandi bersama dalam kolam yang tanpa sadar diciptakan bersama. Selain mikroba dan kotoran yang tampak, mari kita tengok hal lain yang mungkin selama ini belum terpikirkan ....

Data penelitian melaporkan bahwa dari keseluruhan produk farmasi, hanya 80 persen yang digunakan, 20 persen sisanya terbuang (sisa obat yang tidak terpakai). Dari 80% yang digunakan, hanya 50 % yang dimetabolisme oleh tubuh dan tidak masuk ke dalam siklus air; sementara separo sisanya terbuang utuh. Dari separo tsb. 66% masuk ke dalam siklus air daratan. Ringkasnya 30 % air yang kita gunakan terkontaminasi oleh bahan kimia/farmasi! Coba renungkan, berapa banyak obat-obatan yang kita gunakan dan sisanya, dan berapa perbekalan rumah tangga seperti antiseptik, sabun, shampo dsb yang kita buang? Resiko bahan kimia dan bahan farmasi tidak ringan lho .... Jika antibiotika yang mengkontaminasi, maka resistensi akan terjadi< bakteri akan kebal dan kita tak bisa mengatasinya jika terinfeksi. Jika berbagai pestisida dan antiseptika yang mengkontaminasi, maka berbagai reaksi tubuh bisa terjadi, dari iritasi hingga keracunan saraf. Jika ... yang mengkontaminasi, maka ... Dsb ... dsb ....

Jadi, siapa yang salah? Selain pihak industri, institusi pengelola perbekalan obat, tenaga kesehatan terkait, dan tentu saja kebijakan yang belum rapi mengatur, KITA SEMUA adalah pihak yang ikut bersalah. Daripada terus mencari siapa yang salah, mari kita mencoba menjadi yang betul dengan menggunakan, menyimpan, dan membuang perbekalan farmasi berupa obat-obatan dan perbekalan rumah tangga dengan baik. Di bidang farmasi, dikenal istilah "green pharmacy" sebagai ikutan dari konsep "green chemistry", ya karena sebagian besar bahan farmasi adalah bahan kimia. Prinsipnya adalah pengelolaan perbekalan farmasi sebaik-baiknya agar tidak merusak lingkungan. Kapan-kapan lagi disambung ceritanya karena kuliah sudah mau mulai ....

Air adalah tubuh kita, maka sayangilah dia.

Jangan biarkan terkontaminasi oleh sampah, jangan biarkan dia berdemo tak jelas arah.

Bandung, 20 Januari 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun