Mohon tunggu...
Ilma Nailul Muflikhah
Ilma Nailul Muflikhah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Uin Khas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Disahkannya Revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 Menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 dan Realitas di Masyarakat

14 Desember 2021   18:20 Diperbarui: 14 Desember 2021   18:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perlu kita ketahui revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada hari senin 16 September 2019. Dalam tulisan ini akan membahas apa yang menjadi nilai penting dibentukkanya Undang-Undang No.16 Tahun 2019 dan menganalisa serta mencari fakta yang terjadi di masyarakat akibat adanya perubahan UU ini.

Dalam ketentuan pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa "setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah serta Negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi", dalam hal ini ada 3 landasan yang mempengaruhi dibentuknya Undang-Undang No.16 Tahun 2019 yaitu: landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. 

Undang-Undang No.16 Tahun 2019 memiliki nilai penting terkait kenaikan batas usia perkawinan yang lebih tinggi yaitu dari umur 16 Tahun menjadi 19 tahun, apabila perkawinan dilaksanakan sesuai Undang-Undang ini dapat membentuk keluarga yang sakinah mawadah warohmah dan terkontrol emosionalnya, karena pada usia 19 Tahun seseorang bisa membedakan mana yang akan berujung perceraian atau tidak. 

Sebaliknya apabila perkawinan dilakukan ketika seserang berusia 16 tahun akan terjadi perkawinan usia anak pada anak wanita, karena dalam pasal 1 angka (1)  Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak mendefinisikan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan, dengan melakukan perkawinan di usia anak akan sering terjadi percecokan, perbedaan pendapat dan berujung perceraian, maka dengan disahkanya revisi Undang-Undang No.16 Tahun 2019 akan mengurangi laju perceraian di Indonesia.

Disisi lain perlu kita ketahui perubahan UU No. 16 Tahun 2019 di masyarakat tidak berbading lurus atau belum efektif  dengan nilai-nilai perubahan batas usia perkawinan, UU No.16 Tahun 2019 Tentang perkawinan dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Realitas di masyarakat dengan dinaikkan batas minimal perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun banyak yang melakukan dispensasi kawin di Pengadilan. 

Dispensasi kawin biasanya dilatar belakangi karena seseorang hamil diluar nikah, keinginan anak sendiri dan pada kalangan menengah kebawah. Salah satu contoh yaitu pengajuan dispensasi kawin warga Dusun Kedung Agung Kec Bangorejo Kab Banyuwangi, dispensasi kawin diajukan orang tua dari anak yang masih sekolah SMP, dikarenakan anak telah melakukan perbuatan zina dan berujung hamil, dengan demikian mau tidak mau anak harus menikah di usia yang dianggap masih usia anak, karena apabila tidak mengajukan dispensasi kawin akan berujung petaka bagi anak yang dilahirkan karena tidak memiliki nasab dari orang tua, akan tetapi perlu digaris bawahi dengan adanya perubahan UU No. 16 Tahun 2019 memiliki dampak yang sangat baik pula, karena seseorang yang masih berusia anak  tidak terburu-buru melakukan pernikahan mengingat dampak buruk yang timbul akibat menikah di usia anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun