Mohon tunggu...
ILLINIA RIYADI
ILLINIA RIYADI Mohon Tunggu... -

I'm economic researcher

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perjalanan Sang Perahu

10 September 2013   13:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:06 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Samudera itu patah

Menggemparkan hampir seluruh semesta

Terpecah menjadi kepingan nestapa

Berkibar ditiup angin, petikan guratan kesedihan

Mengapa daun nyiur harus terkapar terempas angin?

Dan sang raja siang tak hentinya memperolok sang malam

Luka tergores di tepi batas cakrawala

Segurat bianglala menyala melanglang buana di ujung lara

Oh manusia pecinta semesta

Adakah setitik guratan cahya menuntun arah pulang?

Kembali ke tepian ke tempat terakhir sang perahu berlabuh

Menyandarkan tali temali ke bibir dermaga nan rapuh

Tersirat gundah meraja di dada

Kembali ke tengah samudera

Biduk kecil nan berani

Menantang badai nan garang

Terselimut kabut penuh sesak

Dan bulan kembali bercahya, menggantikan mentari menerabas sang malam

Rasi bintang masih menyala di langit gelap sebelah timur

Menggapai nirwana menenggelamkan kemilau air laut

Dan perahu kecil itu terus melaju

Susuri samudera ke tengah pekatnya gulita

Menantang gelombang ke peraduan malam

Jauh perlahan membias ke garis batas

Temukan jalan menuju tempat peristirahatan bagi sang pecinta sejati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun