Mohon tunggu...
Ilham Tawakal
Ilham Tawakal Mohon Tunggu... profesional -

PERTANIAN HIDUP MATINYA SUATU BANGSA !!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peranan Wanita di Bali dan Padang (Gender part 2)

13 Desember 2010   05:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:46 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentu saja sering kita dengar saat ini, wanita padang atau minangkabau menganut sistem Matrilineal, yakni garis keturunan ibu dan harta waris dikhususkan oleh anak perempuan dan juga peranan wanita lebih diutamakan. Sedangkan sistem yang ada di Bali, berbanding terbalik dengan yang ada di PadangPada adat masyarakat Bali, wanita kurang mendapatkan kesetaraan atau hak yang layak (bias gender). Dalam hak waris hanya anak laki-laki yang berhak mendaptkan warisan, begitu juga ketika bercerai wanita tidak berhak mendapatkan harta bersama dari suaminya, dan hak asuh juga dikuasai sepenuhnya oleh seorang suami. Di Bali seorang pria itu boleh mempunyai istri sebanyak yang mereka inginkan asal dapt dibiayai. Setiap orang dilarang keras untuk memiliki istri yang berkasta lebih tinggi dari kastanya sendiri. Posisi seorang istri dalam masyarakat Bali harus menurut saja tanpa mengeluh, malahan menerima dengan berterima kasih kepada suaminya. Selain itu dalam masyarakat Bali terdapat Undang-Undang yang memberikan kebebasan kepada seorang suami untuk menyia-nyiakan istrinya dan suami berhak menelantarkan istrinya atau menjadi istrinya sebagai penebus hutang. Jika terdapat kekurangan sedikit aja dalam melayani suami maka suaminya boleh menceraikannya untuk selama-lamanya dan sang istri kehilangan semua hak atas anak-anaknya dan boleh pulang ke keluarganya dengan sepertiga bagian daripada barang-barang bergerak.

Pada sistem Matriarki di Minangkabau, maka kaum wanita di dalam masyarakat minangkabau menduduki tempat yang khas . wanita minangkabau juga berkuasa mengenai perkawinan dari anggota-anggota keluarganya yang laki-laki, terutama dari anaknya dan saudaranya laki-laki. Dialah yang "menilai" calon istri mereka, keputusannya diperhitungkan, meskipun sama-sama berlainan arahnya dengan cita-cita calon mempelai laki-laki. Kekuasaan yang tidak diberikan kepadanya rumah tangga sendiri disamping suaminya. Disini sungguh-sungguh diperlihatkan supaya dirasakan. Pengaruhnya tidak jarang dijalankan sampai kedalam kehidupan perkawinan anaknya, saudara nya laki-laki atau pamannya. Ia dapat "melepas" ibu rumah tangga itu atau menambahkan seorang lagi, menurut penilaiannya. Dan laki-laki yang mendahulukan kepentingan keluarga biasanya tunduk pada kemauan keluarganya, meskipun perasaan hatinya terus ditekan.

Dari contoh uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak diskriminasi gender khususnya wanita dalam kehidupan masyarakat adat. Bagaiman dengan pendapat anda ???

*tulisan ini sebagian bersumber dari buku "peranan dan kedudukan wanita di Indonesia- UGM Press"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun