Sudah umum di kalangan masyarakat, bahwa puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan seksual yang dilaksanakan dari terbitnya fajr (subuh) sampai terbenamnya matahari (magrib); dengan ini, banyak umat Islam mengira bahwa apabila seseorang telah menahan diri dari ketiga hal tersebut sepanjang harinya, maka ia telah berpuasa, terbebas dari taklif melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepadanya.
Tetapi pada faktanya, ini merupakan definisi puasa dari bentuk luar dan sisi pasifnya saja. Tidak memenuhi hakikat puasa yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya.
Karena Allah Swt, memulai perintah puasa ini dalam Al-Quran dengan seruan : "Wahai orang-orang yang beriman". Dan mengakhirinya dengan kalimat "Agar kalian bertakwa".
Tidak diragukan lagi bahwa seruan dengan sifat "keimanan" pada permulaan ayat serta penyebutan "takwa" diakhirnya, adalah petunjuk kuat dan bukti nyata bahwa puasa yang diminta oleh Allah Swt, bukan sekedar menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual saja, akan tetapi menahan diri dari segala hal yang bertentangan dengan keimanan dan segala hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ketakwaan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Ketika seseorang berpuasa tapi tidak mampu menjadikan puasanya sebagai perisai dalam menjaga akhlaknya. Maka itu bukanlah puasa yang dikehendaki Allah Swt.
Disini kita menemukan pengertian puasa yang memadukan antara lahir dan batin (yaitu memperkuat keimanan dan mengaplikasikan nilai-nilai ketakwaan dalam diri).
Inilah hakikat puasa yang dikehendaki oleh Allah Swt untuk kita di bulan Ramadhan. Kita laksanakan setiap hari berturut-turut, agar dengan kesinambungan ini dapat menanamkan kemampuan bersabar dan muraqabah. Kemudian Allah menjadikannya setiap tahun dalam sebulan agar pelajaran tersebut dapat senantiasa diulang dan tertanam dalam tiap diri orang-orang yang beriman.
Karena di dalam kehidupan ini kita akan senantiasa diuji oleh berbagai masalah, ada rintangan yang menghadang, kecondongan syahwat dan hawa nafsu, terdorong amarah dan dendam, pergantian antara kenikmatan dan kesengsaraan, dan berbagai macam ujian lainnya yang merupakan keniscayaan dalam kehidupan.