Mohon tunggu...
M Ilham Nasrullah Alamsyah
M Ilham Nasrullah Alamsyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca dan menyukai novel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami PPN atas Royalti: Panduan Lengkap dari Penyerahan Sampai Pelaporan

24 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 24 Juli 2023   12:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam industri kreatif, hak cipta dan royalti adalah dua hal yang sangat penting bagi para penulis, musisi, pembuat konten, dan seniman lainnya. Royalti adalah pendapatan yang diperoleh dari hak-hak intelektual, seperti royalti dari penjualan buku, lagu, atau karya seni lainnya. Namun, ada satu aspek yang perlu diperhatikan dengan serius oleh para kreator, yaitu PPN atas royalti. Apa itu PPN atas royalti? Siapa yang dikenakan? Bagaimana cara penyerahan dan pelaporan atas PPN ini? Dalam artikel ini, kita akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberikan panduan lengkap tentang PPN atas royalti, baik untuk transaksi dalam negeri maupun ketika melibatkan transaksi internasional.

Pengertian PPN atas Royalti

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pungutan yang dikenakan pada setiap transaksi atau perdagangan produk dan jasa di dalam negeri, yang berlaku bagi wajib pajak baik itu individu, badan usaha, maupun pemerintah. PPN bertujuan untuk mengenakan pajak pada nilai tambah dari suatu produk atau jasa, yaitu selisih antara harga jual dan harga pembelian bahan baku atau komponen yang digunakan untuk membuat produk atau menyediakan jasa.

Jika kita kaitkan dengan pengertian PPN diatas, maka PPN atas royalti dapat diartikan sebagai pungutan yang dikenakan pada para pengusaha yang memanfaatkan hak cipta dalam bidang kesusastraan, kesenian, karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, goodwill, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual lainnya.

Ketentuan PPN atas Royalti

Pengenaan PPN atas royalti diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jika dilihat dari pasal 4 ayat 1, PPN atas royalti masuk ke dalam dua kategori yakni penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Pengenaan PPN atas royalti di dalam Daerah Pabean dilakukan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan oleh Dirjen Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) baik melalui surat permohonan pengukuhan maupun secara jabatan. Pengenaan PPN atas royalti BKP tidak berwujud terjadi pada transaksi BKP yang diserahkan dalam daerah pabean, dan penyerahan BKP tersebut dilakukan sebagai bagian dari kegiatan usaha. Selain itu, entitas atau individu yang menerima royalti dari penggunaan BKP tidak berwujud dapat dianggap sebagai penerima PPN, dan mereka wajib membayar PPN atas royalti yang diterima dari penggunaan hak-hak tersebut.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, besaran tarif PPN atas royalti adalah 11% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) mengikuti tarif PPN yang berlaku umum di Indonesia.

Sedangkan pengenaan PPN atas royalti dari luar Daerah Pabean memiliki ketentuan yang berbeda dengan pengenaan PPN atas royalti di dalam Daerah Pabean. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: Se-147/Pj/2010, kriteria Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean yaitu:

  • BKP Tidak Berwujud tersebut dimiliki oleh Orang Pribadi atau Badan yang berlokasi di luar wilayah pabean.
  • Penggunaan BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar daerah pabean tersebut terjadi di dalam daerah pabean.
  • BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar wilayah pabean tersebut digunakan oleh siapa pun di dalam daerah pabean.

Salah satu BKP Tidak Berwujud yang disebutkan dalam Surat Edaran tersebut contohnya adalah royalti. Sehingga jika semisal terdapat konten kreator yang melakukan cover lagu dari musisi dari luar negeri, maka royalti yang dibayarkan oleh kreator tersebut akan ditambahkan dengan PPN.

Mengacu pada Surat Edaran tersebut besaran tarif PPN yang dikenakan atas royalty adalah sebagai:

  • PPN atas jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, sebesar 10% dari jumlah yang tidak termasuk PPN.
  • PPN atas jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, sebesar 10/110 dari jumlah yang sudah termasuk PPN.
  • Jika tidak ada kontrak tertulis untuk jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan, atau jika kontrak tidak menyebutkan dengan jelas bahwa jumlahnya sudah termasuk PPN, maka PPN yang harus dibayar adalah 10% dari jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

Penyerahan dan Pelaporan PPN atas Royalti

Mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: Se-147/Pj/2010, PPN yang harus dibayar atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus dikumpulkan dan disetorkan sepenuhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi. Penyetoran ini harus dilakukan menggunakan Surat Setoran Pajak oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut. Batas akhir untuk penyetoran PPN ini adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat pajak terutang.

Untuk mengisi Surat Setoran Pajak, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  • Isi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang berada di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean pada kolom "Nama WP" dan "Alamat WP".
  • Isi angka 0 (nol) pada kolom "NPWP", kecuali jika ada kode Kantor Pelayanan Pajak yang harus diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
  • Tuliskan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor".
  • Pilih Masa Pajak saat terutangnya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan memberi tanda silang (x) pada kolom yang sesuai pada kolom "Masa Pajak" pada Surat Setoran Pajak.

Sedangkan tata cara pelaporan PPN yang telah disetor adalah sebagai berikut:

  • Untuk Pengusaha Kena Pajak, PPN yang telah disetor harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN pada bulan di mana pajak terutang, dan dapat dilaporkan dalam masa pajak berikutnya dengan batas waktu maksimal 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak tersebut. SPT Masa PPN ini berfungsi sebagai laporan pemungutan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
  • Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang telah disetor dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya mencakup tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut. Pelaporan ini harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah saat pajak terutang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun