Mohon tunggu...
Ilham Kurniawan
Ilham Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - ilham kurniawan, S.IP

Pemerhati sosial dan politik, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta " Orang biasa yang senantiasa menulis Dan belajar ilmu "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Bujang Kangkung

27 Juli 2024   11:17 Diperbarui: 27 Juli 2024   11:39 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrator: ilham kurniawan

Oleh : ilham kurniawan, S.IP

Kisah ini diambil dari kunun atau cerita pengantar tidur orang zaman dahulu di semurup kerinci yang diwariskan secara turun temurun diceritakan kepada anak mereka dengan pengubahan seperlunya oleh penulis sebagai khazanah pengetahuan dan pesan moral yang mendidik.

SI BUJANG KANGKUNG

Al kisah hiduplah seorang perempuan tua bersama suaminya sudah bertahun-tahun berumah tangga tetapi belum memiliki anak, waktupun berlalu sehingga ia dikaruniai oleh tuhan yang maha esa seorang anak, akan tetapi pada saat itu anak yang lahir tersebut tidak berwujud sebagaimana manusia biasa tetapi berwujud dalam bentuk " Kangkung " atau Katak. Hari demi hari dan tahunpun telah berlalu hingga kangkung tersebut sudah menginjak masa remaja, ibunya tidak malu jika anaknya seorang katak ia malah berbahagia memiliki anak dan mengasihi kasih sayang sebagaimana layaknya seorang ibu, walaupun ia berbentuk tidak sempurna tetapi ada juga anak gadis yang menyukainya akan tetapi hubungan mereka ditentang oleh orang tua sigadis karena sibujang kangkung miskin dan memiliki tubuh tidak sebagaimana layaknya penduduk.

 pada Suatu Hari si bujang kangkung bersama ibunya mencari ikan dan mereka mendapat ikan yang banyak untuk mereka jual dan dimakan, sibujang kangkungpun menyampaikan niatnya dengan meminta izin kepada ibunya bahwa ia akan pergi merantau dan mencari ilmu dan pengalaman hidup, ia tidak ingin ibunya bersedih dicaci maki orang sebab anaknya bukanlah berbentuk sebagaimana layaknya manusia, dengan perasaan bercampur sedih dan tidak berdaya melarang anaknya maka ia lepaslah kepergian anak tersebut, si bujang kangkungpun berkata pada ibunya " wahai ibu hanyutkanlah aku di tepi sungai batang merao, dan nanti tiba masanya aku akan kembali wahai ibu " dan ibunya menjawab " kalau itu permintaan mu nak ibu lepaskan dengan berat hati, ibu iringi kepergianmu dengan do'a semoga tuhan melindungimu anakku " jadi dilepaskanlah kepergian si bujang kangkung tersebut di sungai batang merao.

Mendengar kepergian kekasihnya sibujang kangkung, anak gadis yang menyukainya tersebut sangat kesepian dan merindukan kepulangan kekasih hatinya. Anak gadis tersebut bernama puti, untuk meluapkan rasa kerinduannya ia bermain bersama temannya disungai batang merao sambil mencuci pakaian, sesekali anak gadis itu mencuci dan besenandung, senandung pertama " Balek lah abangku balek, abang kutunggu ditengah laman" lalu mereka bercerita tentang kekasih yang tidak sampai, seperti cerita siti nurbaya yang cintanya berujung tragis akibat dipaksa orang tuanya menikahi orang yang tidak dicinta sesekali bercerita zainudin hayati karangan buya hamka, bersyair dan bersenandung tidak terasa hari sudah hampir petang maka mereka pulang dari sungai.

SI BUJANG KANGKUNG MENGEMBARA

Si bujang kangkung pun memulai perjalanannya ia melewati banyak tantangan dan medan sungai selama di perjalanan dan melewati banyak negeri, dia menghiliri sungai tersebut hari demi hari hingga sebulan lamanya hingga sampailah ia pada sungai yang deras dan dalam hampir saja ia tengelam dan hanyut terbawa arus sungai akan tetapi ia selamat dan tertidur maka sampailah ia pada muara sungai tersebut dan bertemulah dengan seorang kakek tua penunggu sungai tersebut, kakek tua tersebut agak mencolok berpakaian putih memakai tongkat dan memiliki jengot berwarna merah, Maka ia pun bertanya kepada penunggu tersebut "wahai orangtua jikalau boleh tau dimanakah aku sekarang ini " lalu penunggu itupun menjawab " wahai anak muda kamu sudah sampai di muara sungai batang merao, aku penunggu sungai ini bergelar panglimo sirah mato tunggu ulu sungai batang merao " lalu iapun bercerita kepada penunggu akan nasib yang menimpanya, bahwa ia lahir tidak sebagaimana dengan manusia pada umumnya, ia dikucilkan teman sebayanya dan dibenci sanak saudara dan keluarga, ia hanya memiliki seorang ibu yang tulus dan kasih sayang terhadapnya walaupun ia sakit hati mendengar gunjingan orang kepada ibunya bahwa anaknya bukanlah seorang manusia, ingin ia merajuk menghilangkan diri ke negeri orang agar orang tidak tau dimana ia berada dan dimana rimbanya dan dimana kuburnya akan tetapi ia kasihan melihat ibunya yang sebatang kara dirumah maka ia hanya memutuskan untuk merantau dan akan kembali ke kampung halaman. Lalu penunggu muara sungai tersebut ikut bersedih mendengar perkataan anak muda tersebut " aku turut bersedih atas nasib yang menimpa engkau sibujang kangkung, engkau memiliki hati baik dan jiwa yang bersih jadi atas keberhasilan engkau telah sampai ke muara sungai ini belum ada satupun manusia yang mampu menginjakkan kaki di muara sungai batang merao ini maka aku akan hadiahi engkau sebuah pilihan " Ujar si tua penghuni muara sungai.

" Belum ada satupun manusia yang sampai ke muara sungai ini, kalau engkau berniat jahat dan hatimu tidak suci maka engkau akan di tengelamkan oleh sungai yang amat deras di sekitar sini, banyak manusia yang berilmu kanuragan ingin menjumpai ku tetapi ia tidak pernah sampai karena hatinya tidak baik ingin menunjukkan kesombongan dan serakah " ujarnya.

" nah si bujang kangkung aku punya dua pilihan hadiah untukmu, kamu harus memilih salah satunya, yang di sebelah aku ini ada sekarung emas dan permata engkau ambil dan bawa ke negeri mu kamu akan terpandang menjadi orang kaya dikampung " ujar kakek tua tersebut, " atau kamu memilih tongkat tua aku ini yang lusuh sebagai teman suka dan dukamu yang mampu menopang nasibmu yang malang "ujarnya lagi. Lalu sibujang kangkung menjawab " Wahai orang tua aku tidak menginginkan emas dan hartamu yang membuat aku kaya sombong dan lupa kenikmatan hidup, aku lebih memilih hidup sederhana walaupun aku kaya aku akan menjadi orang yang dermawan membantu orang yang kesusahan " ujarnya lagi. Lalu orang tua itu berkata " jika engkau tidak mau menerima emas ini maka aku berikan engkau tongkat semoga bisa menunjukkanmu jalan yang benar " lalu ia menjawab " terimakasih orang tua aku sangat senang dengan tongkatmu " ia meloncat-loncat kegirangan memiliki sebuah tongkat sebagai penopang hidupnya yang malang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun