Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Karim
Muhammad Ilham Karim Mohon Tunggu... Mahasiswa -

A dedicated young scholar. Knowledge is Power, Character is more.

Selanjutnya

Tutup

Money

Meningkatkan Peran dan Fungsi Supply Chain Management di Kegiatan Usaha Hulu Migas

23 Juni 2015   21:43 Diperbarui: 4 April 2017   16:46 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://2.bp.blogspot.com/-9l4N7aaJmpo/TWeydqceoLI/AAAAAAAAAsk/WA0WHHYhyOY/s400/SCM-1.jpg

Kegiatan pengadaan barang dan jasa, atau dikenal dengan istilah Supply Chain Management (SCM), merupakan salah satu titik yang paling ujung dalam proses pembelanjaan atau expenditure di berbagai kegiatan usaha. Sekitar dua per tiga biaya operasional kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) dibelanjakan melalui Fungsi SCM.

 

Walaupun istilah SCM ini sudah lama dikenal, namun pada prakteknya di kegiatan usaha hulu migas masih ada yang salah kaprah. Masih ada yang menginterpretasikan bahwa hanya dengan melakukan pembelian, transportasi, pergudangan, lalu mendistribusikan barang/jasa kepada pemakai di lapangan sudah merasa melakukan SCM. Padahal rangkaian kegiatan yang disebutkan ini hanya merupakan in-bound logistics, hanya bagian dari kegiatan SCM. Diagram sederhana di bawah menggambarkan perbedaan antara kegiatan yang sekedar in-bound logistics dengan SCM.

 

Karena mayoritas expenditure suatu kegiatan usaha dibelanjakan melalui Fungsi SCM, maka di jaman modern ini kegiatan SCM tidak lagi dipandang sebagai kegiatan administrasi (center of administration) semata tetapi juga dipandang strategis dan dijadikan center of benefit yang ikut menentukan untung-ruginya kegiatan usaha. Makanya di perusahaan-perusahaan yang berpandangan maju, mereka menempatkan orang-orang berkategori top notch (memiliki kualifikasi dan profesionalisme tingggi) untuk menjalankan fungsi SCM ini, agar selain dapat melakukan aktivitas pengadaan sehari-hari juga dapat melakukan berbagai perencanaan strategik dan think tank sehingga diharapkan fungsi SCM ini mampu melakukan berbagai terobosan yang pada akhirnya dapat menyumbangkan keuntungan yang optimal bagi perusahaan.

Sayangnya tidak semua organisasi atau kegiatan usaha berpandangan seperti itu. Ada yang masih berpola pikir lama dalam menempatkan orang-orangnya di fungsi SCM. Misalnya menempatkan orang-orang yang berkemampuan marjinal atau sekedar belas kasih bagi pegawai kontrak yang baru diangkat menjadi pegawai tetap tanpa menelaah lebih jauh kualifikasi orang tersebut; bahkan ada yang menjadikan organisasi SCM sebagai tempat “buangan” bagi karyawan yang tidak disukai pihak pimpinan. Tentu saja organisasi SCM seperti ini hanya sekedar menjalankan aktivitasnya secara business as usual, sangat minim inovasi.

 

Karena dipandang strategis pula maka kegiatan SCM ini di berbagai instansi atau perusahaan diatur secara khusus. Di pemerintahan misalnya ada Keppres 80/2003 yang sekarang disempurnakan menjadi Perpres 54/2010 mengatur tentang Pengadaan Barang dan Jasa di instansi pemerintah atau lembaga yang pendanaannya dari APBN/APBD. Untuk kegiatan pengadaan di kegiatan usaha hulu migas, diatur lebih lanjut oleh BPMIGAS dalam PTK-007 yang pertama kali diterbitkan tahun 2004 lalu direvisi pada Oktober 2009, dan konon tak lama lagi akan diluncurkan revisi keduanya. Cikal bakal dari PTK-007 adalah dulu apa yang dinamakan dengan BP (Buletin Prosedur) 077 ketika masih era Pertamina/BPPKA.

Berikut adalah beberapa permasalahan pokok yang muncul dalam industri migas yang membutuhkan perhatian untuk mendapatkan pemecahan dengan tindakan nyata dalam implementasinya:

- Tingkat perputaran inventory yang sangat rendah

- Nilai inventory yang sangat tinggi dengan item-item yang tidak bergerak

- Lead time yang panjang untuk pengiriman barang

- Masalah kualitas

- Masalah pengaturan dan peraturan

- Masalah sumberdaya manusia

Secara garis besar ada dua hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kinerja supply chain di industri migas. Yang pertama adalah dengan melakukan kolaborasi dengan stakeholders melakukan cluster development/cluster activation. Yang kedua adalah dengan mengembangkan Strategic Supply Chain Management secara internal .

1. Cluster Activation

Cluster dalam hal ini adalah industri migas dan industri terkait yang terkonsentrasi secara geografis. Dalam laporan yang dibuat untuk proyek CRINE Network’s SCM Initiative, E & Y melibatkan secara langsung lebih dari 120 perusahaan termasuk para operator migas dan juga contractor dan supplier dari berbagai ragam ukuran. Tujuan dari inisiatif tersebut adalah untuk mengidentifikasi berbagai manfaat dari perbaikan SCM baik ataspan-industry maupun company-specific yang dapat memperpanjang usia ekonomis industri migas North Sea dan membuat sektor migas UK meningkatkan perannya di pasar global.

Cluster activation dilakukan dalam beberapa tahap:

1. “mengumpulkan” perusahaan-perusahaan, asosiasi-asosiasi dagang, lembaga-lembaga pendidikan, dan agen-agen pemerintah.

2. mendiskusikan analisa saat ini terhadap cluster: mengidentifikasikan kebutuhan untuk analisa lebih lanjut dan memprioritaskan hal-hal utama yang harus ditindaklanjuti.

3. mengorganisasikan kelompok-kelompok kerja untuk mengembangkan action plans untuk menanggapi hal-hal utama yang diidentifikasi.

 

 

 

 

 

2. Strategic Supply Chain Management

 

Pengembangan proses supply chain internal harus terintegrasi tidak hanya dengan proses supply chain lain namun juga dengan proses-proses lain dalam perusahaan seperti drilling, technology, project dan production. Plan merupakanproses pertama yang menentukan pembuatan keputusan yang lebih baik dan memberikan arahan aktivitas-aktivitas supply chain yang terkait dalam proses eksekusi: make, deliver, dan return.Setiap proses supply chain memiliki input dan output. Input dari plan adalah informasi tentang permintaan, penawaran, dan sumberdaya dalam supply chain. Plan yang baik harus memiliki sekurang-kurangnya beberapa hal berikut: menggunakan informasi yang relevan, terkini dan akurat, menitikberatkan pada prioritas bisnis dan keseimbangan antara tujuan internal (inventory cost, turnover ratio, asset utilization) dan tujuan eksternal (service level, fleksibilitas volume, dsb.), penyederhanaan proses, integrasi proses-proses terkait dari customer’s customer hingga supplier’s supplier untuk menghindari duplikasi dan excess (end-to-end focus), menetapkan action yang jelas dan dapat diukur serta mendapatkan ‘buy-in’ dari pihak-pihak internal (departemen terkait) maupun eksternal (key customers dan key suppliers).

Inti dari Supply Management adalah orientasi pada customer untuk secara berkelanjutan memenuhi atau melebihi kebutuhan dan keinginan customer. Hubungan partnership dengan internal customer harus dikembangkan karena keterlibatan customer dalam proses dan keptusan yang dibuat berperan penting pada keberhasilan implementasi dari strategi. Dua strategi utama dalam Strategic Supply Management adalah Commodity Strategy dan Supply Strategy sebagai bagian dari Sourcing Plan dalam proses SCOR

 

semangat kerja Fungsi SCM paling tidak berpijak pada lima isu pokok:

1. Mendukung pencapaian target produksi migas nasional.

2. Menghasilkan penghematan.

3. Meningkatkan pemberdayaan kapasitas nasional.

4. Mengurangi nilai inventory.

5. Melakukan efisiensi tata kelola SCM (debottlenecking proses SCM) dengan tetap mengacu pada koridor peraturan yang berlaku.

Sumber Referensi:

www.skkmigas.go.id

www.scmsummit.co.id

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun