Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Ibrahim
Muhammad Ilham Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Welcome Nerds !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro dan Kontra Kebijakan Analog Switch Off (ASO) di Jawa Timur

19 Desember 2022   22:20 Diperbarui: 19 Desember 2022   22:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Kemkominfo Republik Indonesia akan mulai memberlakukan kebijakan ASO (Analog Switch Off) di seluruh wilayah Indonesia dan dialihkan ke TV digital.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia akan mulai memberlakukan kebijakan ASO (Analog Switch Off) yaitu kebijakan yang membuat siaran televisi analog di seluruh Indonesia akan dimatikan secara serentak dan dialihkan ke TV digital. Dilansir dari inigresik.com (5/9/2021), Ketua Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Jatim, Ahmad Afif Amrullah mengatakan bahwa kebijakan ASO nantinya akan dilakukan secara bertahap mulai bulan April 2022. Pelaksanaan kebijakan ini akan dilakukan secara bertahap dan di wilayah Jatim sendiri dibagi menjadi 3 tahap, tahap pertama pada tanggal 30 April 2022, tahap kedua pada 25 Agustus 2022 dan tahap ketiga pada tanggal 02 November 2022.

Kebijakan tersebut menuai beragam pendapat dari masyarakat baik di dunia nyata maupun di media sosial. Bahkan tagar #MendingTVAnalog sempat menjadi trending topik di Twitter beberapa hari yang lalu. Banyak netizen yang mengekspresikan pendapatnya dengan cuitan-cuitan yang mereka tulis di akun Twitter mereka masing-masing

Tentu saja kebijakan ini akan menuai beragam pendapat tetapi apakah yang membuat kebijakan ini mendapat begitu banyak cuitan-cuitan hingga sempat menjadi trending topik? Saya telah merangkum beberapa pendapat dari warga Desa Tenaru, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur terkait kebijakan Analog Switch Off ini. Munandar (50), seorang pemilik toko kelontong di daerah Tenaru, Driyorejo, Gresik berpendapat bahwa kebijakan tersebut membuat masyarakat kehilangan hiburannya. "Ya menurut saya kalau nanti semuanya bakal ditutup (siaran TV analog) ya tidak bisa nonton TV sama sekali dan harga STB bisa melonjak karena kebutuhan banyak, orang-orang rebutan. Di sini juga rata-rata masih pakai TV lama (analog) jadi kalau dimatikan masyarakat bakalan kehilangan hiburan", ujarnya.

Selain harga STB yang mahal, dia juga menambahkan bahwa penggunaan TV digital memerlukan sinyal internet yang stabil dan tidak semua wilayah di Indonesia terjangkau sinyal-sinyal internet. "Kalau TV digital itu kan perlu sinyal mas, kalau gak ada sinyal ya gabisa, sedangkan penyebarannya di Indonesia itu masih belum merata", tambahnya.

Sri Wahyuni (62), salah satu warga desa Tenaru, Driyorejo, Gresik juga memberikan tanggapannya. "Kalau dimatikan (siaran TV analog) ya gak nonton (TV) blas mas, lah wong kalau mau nonton harus beli Set Top Box yang harganya mahal, masa mau nonton TV saja dipersulit begini, mau cari hiburan kemana lagi saya?", ujarnya. Ia berpendapat jika kebijakan ini harus diiringi dengan subsidi bagi masyarakat rentan dan tidak mampu agar mereka tetap bisa menikmati tayangan televisi. "Seharusnya pemerintah kalau memang mau begini mbok ya dikasih subsidi untuk Set Top Box biar masih tetap bisa nonton TV soalnya di sini semua juga masih pakai TV analog", tambahnya.

Sementara, dukungan juga diberikan oleh Wulyohadi (56), seorang penjual nasi goreng yang telah menikmati tayangan TV dengan menggunakan Set Top Box selama satu tahun. "Saya setelah dengar berita tahun lalu langsung saya beli mas, saya gak takut gak bisa nonton TV waktu pertama dengar beritanya (kebijakan Analog Switch Off) karena kalau pake Set Top Box bisa jadi lebih bening juga TV-nya. Kalau pakai (STB) juga nanti ada channel-channel baru yang menayangkan acara yang menarik, sejak pakai (STB) saya jadi sering tidur malam gara-gara nonton film", ujarnya.

Tidak bisa dipungkiri kebijakan ini memang membuat sebagian masyarakat kehilangan hiburannya. Harga Set Top Box yang dinilai mahal juga menjadi permasalahan bagi masyarakat yang ingin menikmati tayangan televisi. Meskipun TV digital memberikan kualitas tayangan yang lebih jernih dan lebih beragam, tetapi beberapa syarat-syarat yang dibutuhkan untuk memiliki TV digital di rumah cukup sulit mereka penuhi. Sebaiknya pemberlakuan kebijakan ini diiringi dengan pemberian subsidi bagi masyarakat rentan dan tidak mampu agar mereka juga bisa menikmati tayangan-tayangan yang berkualitas dan sumber hiburan mereka tidak terampas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun