MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau AEC (Asean Economic Community) yang sudah dijalankan oleh Negara-negara anggota ASEAN sejak 2015 lalu, merupakan perwujudan integrasi antar-negara dibidang ekonomi. Salah satu program yang dicanangkan adalah pasar bebas, yang artinya pasar perekonomian antar-negara ASEAN tidak terbatas oleh bea masuk dan berbagai birokrasi rumit dalam perekonomian Internasional regional tersebut. Secara gamblang konsep perekonomian pasar bebas ini membebaskan keluar-masuknya pelaku dan kebutuhan ekonomi, seperti investor, tenaga kerja, barang-barang kebutuhan dan sebagainya, baik dari dalam maupun luar negeri dalam regional Asean.
Namun disisi lain, hal ini masih menimbulkan pro-kontra dan dilema bagi masyarakat Indonesia yang dinilai masih belum siap untuk menghadapi MEA. Seperti penyerapan tenaga kerja disektor Akuntansi, menurut Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui adanya kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat. Dalam penuturannya yang dimuat oleh bbc.com, selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri.
Selain dilihat dari perspektif ekonomi, dalam permasalahan ini jika ditilik dari perspektif Politik dalam bahasannya tentang ideologi, konsep pasar bebas MEA tidak terluput dari bahasan konsep Liberalisme. Setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan pecahnya Uni Soviet yang dikenal dengan Rusia saat ini, kekuatan polaritas dunia menyisakan Unipolar yang dipegang oleh Amerika Serikat. Tentu kita ketahui bahwa konsep liberalisme sangat lekat dengan Negara adidaya tersebut.Â
Dengan arti lain bahwa hingga saat ini Amerika Serikat masih menyebarkan pengaruhnya terhadap masyarakat global melalui ideologinya. Buktinya Negara besar komunis seperti Cina pun menerapkan sistem ekonomi liberal dengan ditandai tidak adanya pelarangan kepemilikan faktor produksi secara pribadi dan rakyat Cina bebas berinovasi dalam membuat dan mengembangkan produk apapun, yang realitanya banyak produk Made in China beredar di pasaran.
Begitu pula dengan konsep MEA, yang menjadi peluang sekaligus ancaman bagi masyarakat Indonesia dalam hubungan perekonomian internasional regional. Dengan adanya MEA maka kebijakan pemerintah pun ikut dirombak dalam rangka mengimbangi hal ini. Artinya mau-tidak mau, siap-tidak siap masyarakat Indonesia harus menghadapi MEA.Â
Termasuk juga dalam pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia yang menarik investor asing berinvestasi dalam menanamkan modal mereka di sini. Dalam hal ini juga, keikutsertaan Indonesia dalam MEA yang dipengaruhi konsep Liberalisme seperti yang telah dibahas sebelumnya, mengharuskan Indonesia untuk membebaskan secara legal bagi investor dan tenaga kerja asing untuk memasuki pasar Indonesia.Â
Kemungkinan besar dalam pengelolaan sumberdaya alam terkhusus di Indonesia lebih menarik investor asing, yang artinya dalam hal ini para investor tersebut memiliki intervensi dalam penentuan kebijakan terkait pengelolaan SDA tersebut. Seperti halnya intervensi PT. Freeport dalam kebijakan pemerintah, yang hingga saat ini untuk menasionalisasikan PT.Freeport masih mengalami berbagai hambatan. Tentu saja dengan adanya intervensi ini, pemaksimalan keuntungan dari pengelolaan SDA Indonesia sendiri kurang optimal yang artinya pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat lokal pun masih lambat. Permasalahan ini malah bukan menimbulkan keuntungan dari konsep interdependensi Negara, tapi malah menimbulkan adanya kesenjangan keuntungan antara Negara investor dan Negara supplier SDA.
Sebenarnya, kekuatan ideologi dan kebijakan politik Indonesia masih belum memiliki pengaruh dan intervensi terhadap MEA. Seperti ideologi liberalisme yang berpengaruh luas didunia termasuk dalam system MEA, perlu kita imbangi dan bendung pengaruhnya. Pada akhirnya, urgensi persiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi MEA perlu dibenahi lagi dengan alternatif yang solutif dan berkelanjutan kedepannya.
Â
Nama : ILHAM
Kelas : A (Indralaya)
NIM : 07041281621067
Mata Kuliah : Sistem Politik
Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dosen : NUR ASLAMIAH SUPLI, BIAM, M.Sc
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H