PENDAHULUAN
Pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari pembangunan infrastruktur, penyediaan layanan kesehatan, bantuan sosial, hingga subsidi pendidikan. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, pemerintah tidak akan mampu menjalankan program-program pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi isu yang sangat krusial dalam sistem perpajakan di Indonesia.
Optimal tidaknya kinerja penerimaan pajak suatu negara umumnya diukur menggunakan tax ratio (OECD, 2001). Tax ratio sendiri merupakan sebuah indikator yang membandingkan persentase penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu negara (Yossinomita, et al. 2024). Tax ratio Indonesia sendiri berada pada angka 10,31% terhadap PDB pada tahun 2022 (OECD, 2024). Threshold dari tax ratio sendiri pada suatu negara ialah sebesar 15% dari PDB (World Bank, 2024). Oleh karena itu, tax ratio Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain.
Persoalan penerimaan pajak Indonesia yang masih belum optimal menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat menyelesaikannya. Kebijakan fiskal seperti ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dapat menjadi langkah yang dapat diambil. Namun, tantangan sebenarnya ialah berasal dari Wajib Pajak. Kepatuhan pajak, penghindaran pajak, dan penggelapan pajak menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat diatasi. Khususnya kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan dan melaporkan pajak.
Namun, kepatuhan pajak bukan hanya soal ketaatan hukum, tetapi juga mencerminkan hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Di satu sisi, pemerintah harus menciptakan kebijakan perpajakan yang adil, transparan, dan mudah dipahami. Di sisi lain, wajib pajak diharapkan memiliki kesadaran dan kejujuran dalam melaporkan serta membayar pajaknya sesuai ketentuan. Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih jauh dari ideal.
Data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa rasio kepatuhan formal wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mencapai 83% (DDTC, 2024). Â Meski angka ini menunjukkan tren peningkatan, gap antara jumlah wajib pajak yang terdaftar dengan yang patuh masih signifikan. Masih banyak individu maupun perusahaan yang enggan melaporkan kewajiban perpajakan mereka dengan benar. Beberapa faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan ini meliputi kurangnya literasi pajak, persepsi bahwa beban pajak terlalu tinggi, serta kepercayaan terhadap pemerintah yang masih rendah.
Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah melalui penerapan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). UU ini tidak hanya mengatur teknis pelaksanaan kewajiban perpajakan, tetapi juga memberikan kerangka hukum yang mencakup sanksi dan insentif. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara pencegahan pelanggaran dan dorongan terhadap kepatuhan sukarela.
Sanksi dalam UU KUP, seperti denda administratif, bunga keterlambatan, hingga hukuman pidana, dirancang untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak yang melanggar aturan. Di sisi lain, insentif seperti pengampunan pajak (tax amnesty) bertujuan untuk menarik lebih banyak wajib pajak ke dalam sistem perpajakan. Namun, efektivitas kedua pendekatan ini sering kali dipertanyakan. Apakah sanksi benar-benar mampu menekan angka pelanggaran? Dan apakah insentif cukup efektif untuk meningkatkan kesadaran pajak secara berkelanjutan?
PERMASALAHAN
Meningkatkan kepatuhan pajak merupakan tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi juga oleh banyak negara berkembang lainnya. Meskipun rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax ratio) Indonesia terus meningkat, posisinya masih berada di bawah rata-rata negara-negara Asia Tenggara. Pada tahun 2023, tax ratio Indonesia mencapai sekitar 10,4%, jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Thailand sebesar 15% atau Vietnam dengan angka mencapai 16%.
1. Ketimpangan Kepatuhan Pajak