Raden Bagoes Asra atau yang orang bondowoso kenal sebagai RBA Kironggo adalah tokoh penting di Bondowoso, karena beliau lah Bondowoso ada. Raden Bagoes Asra mengalami banyak sekali cobaan hingga beliau sampai di Bondowoso dan menjadi Bupati Bondowoso dari tahun 1819 sampai tahun 1830. Ayah Beliau bernama Demang Wali Kromo. Kakek Beliau bernama Adikoro IV yang memiliki jabatan sebagai Bupati di Pamekasan. Istri kakek beliau adalah seorang putri dari Raja Bangkalan yang bernama Cakraningrat V. Selanjutnya kita akan mengulik lebih dalam tentang sejarah Makam RBA Kironggo ini.
Raden Bagoes Asra berasal dari Pulau Madura tepatnya di Pamekasan. Beliau lahir di tahun 1744 di Kota Pamekasan. Pada tahun 1743, terjadi Perang besar yang sekarang dikenal dengan pemberontakan Keh Lesap. Keh Lesap adalah putra dari Raja Bangkalan. Keh Lesap melakukan pemberontakan dikarenakan perebutan tahta Raja, Keh lesap melakukan pemberontakan besar-besaran untuk memperebutkan tahta Raja. Adikoro IV tidak bisa menghentikan Keh Lesap dan Adikoro IV terbunuh di tangan Keh Lesap dikarenakan Keh Lesap lebih sakti dari Adikoro IV.
Sebelum melakukan pemberontakan, Keh Lesap Banyak sekali membantu orang. Beliau bisa menyembuhkan orang-orang dengan kesaktiannya. Karena itulah Keh Lesap memiliki banyak pengikut dan memiliki kesaktian yang kuat. Pada tahun 1750 pemberontakan Keh Lesap dihentikan oleh Ayah beliau sendiri, Yakni Raja Bangkalan. Di tahun itupun Adikoro VI meninggal dunia. Dikarenakan Raden Bagoes Asra masih berumur 6 tahun, sang nenek membawa Beliau pergi dari Madura agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Raden Bagoes Asra dibawa turun ke Pulau Jawa dan menetap di Paiton selama beberapa tahun untuk mencegah ternjadinya perang lagi. Setelah dirasa sudah cukup lama, Sang Nenek membawa Raden Bagoes Asra ke Besuki. Saat beranjak Dewasa Raden Bagoes Asra dan Neneknya akrab dengan bupati Probolinggo kala itu. Bupati Probolinggo pun menikahkan Anak perempuannya dengan Raden Bagoes Asra. Lalu RBA melakukan perjalanan jauh untuk memenuhi keinginan Mertuanya.
Setelah Raden Bagoes Asra berpamitan dengan Mertua dan Neneknya, Beliau pun melakukan perjalanan dengan membawa kerbau. Beliau pergi dengan kerbaunya dari Besuki dan beristirahat sejenak di Wringin, Beliau memberi penanda di daerah tersebut dengan menanamkan benih pohon bringin. Lalu Beliau pergi ke Selatan dan berhenti sejenak di desa Kupang dan menandai dengan menananm benih pohon opang. Beliau melanjutkan perjalanan lagi dan berhenti di desa Mandiro. Setelah dirasa cukup istirahatnya, Beliau melanjutkan perjalanan lagi menuju Bondowoso.
Saat sampai di Bondowoso, Beliau pergi ke alun-alun kota untuk mengistirahatkan kerbaunya dan pergi mencari makan. Beliau beristirahat sedikit lama disana agar kerbaunya tidak lelah. Setelah istirahat yang cukup, Beliau berniat untuk melanjutkan perjalanan, tetapi saat ingin melanjutkan perjalanan kerbaunya tidak mau beranjak pergi dari tempat. Beliau terdiam dan mengingat pesan dari mertuanya yakni Bupati Probolinggo, "Kalau kerbau itu sudah tidak mau diajak pergi kemana-mana, jadikanlah tempat itu sebagai pusat kota". Lalu Beliau menjadikan Alun-alun Bondowoso sebagai pusat kota.
Pada tahun 1809 Beliau mendirikan Masjid At-Taqwa untuk beribadah. Semakin lama, semakin berkembang tempat tersebut yang akhirnya menjadi sebuah kabupaten yang dinamakan Kabupaten Bondowoso. Raden Bagoes Asra pun menjadi Bupati yang memimpin Kabupaten Bondowoso. Raden Bagoes Asra resmi menjadi Bupatu Bondowoso pada tanggal 17 Agustus 1819. Beliau diangkat menjadi Bupati oleh Bupati Besuki. Sebelum Belanda masuk ke Bondowoso jabatan Bupati disebut dengan Ronggo. namun setelah masuknya Belanda ke Bondowoso jabatan Ronggo diubah dengan Bupati.
Masa pemerintahan Raden Bagoes Asra dimulai dari tahun 1819 sampai tahun 1830. Setelah itu, Jabatan Bupati diganti oleh Putranya sendiri yakni Djoko Sridin Putra Bagoes Asra. Raden Bagoes Asra pun menetap di Jember tepatnya di Tanggul. Saat Beliau berumur 110 Tahun, Beliau dijemput oleh anaknya untuk kembali ke Bondowoso. Pada saat itu, Kondisi Raden Bagoes Asra sedang sakit. Semakin lama, sakitnya kian memburuk. Raden Bagoes Asra pun dinyatakan meninggal dunia pada 11 Desember 1854. Beliau dimakamkan di makam yang memang sudah ada bersamaan dengan kematian Raden Bagoes Asra. Benar, Beliau dimakamkan di makam Kironggo. Saat anak dan istir Beliau juga meninggal dunia, anak dan istrti Beliau dimakamkan di sebelah makam Beliau.
Sejarah Dari Makam Kironggo ini memberikan kita pelajaran berharga tentang perjalanan yang sangat berarti. Dari peperangan yang dialami kakek Raden Bagoes Asra. Juga Perjalanan panjang Raden Bagoes Asra membentuk Kabupaten Bondowoso. Dengan memahami peristiwa dari terbentuknya Makam Kironggo ini, kita tidak hanya Menghargai warisan yang ada, tetapi juga bisa membentuk sesuatu yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari sejarah dan merenungkannya, agar kita dapat mengambil hikmah dari sejarah tersebut. Serta kita dapat melanjutkan perjalanan menuju peradaban yang lebih maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H