Mohon tunggu...
Konseptor Hati
Konseptor Hati Mohon Tunggu... Penulis - Hiburan yang serius

Pelajar, penulis, konseptor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dunia Tanpa Maya

9 Oktober 2019   10:23 Diperbarui: 10 Oktober 2019   18:54 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Hari ini sedikit berbeda dari pada hari biasanya. Dimulai dengan keputusanku untuk tidak membawa handphone genggam ke kampus, seakan aku ingin memberi kesan baru untuk hari ini. Dalam prediksiku, hari ini akan menjadi hari yang membosankan, sepi, kaku, bahkan kukira rasa khawatir akan terus menghantuiku karena mungkin ada beberapa chat penting yang masuk namun belum kujawab. Dengan ditemani oleh buku "Arah Langkah" karya Fiersa Besari aku memberanikan diri untuk pergi meninggalkan rumah dan handphoneku. Ketika dalam perjalanan aku masih belum menemukan perbedaan dari hari sebelumnya.  "Ah, sama saja" gumamku dalam hati sambil melihat kaca bis dan jalanan yang mulai meramai.
      Niat awalku untuk tidak membawa handphone ke kampus adalah agar aku bisa lebih fokus lagi ketika belajar di kelas. Karena jujur ketika handphone berada digenggaman, daya tariknya lebih kuat dari pada penjelasan dosen. Kemudian pada pukul delapan aku memasuki ruang kelas bahasa, ternyata aku mulai merasakan sedikit perbedaan. Sosok dosen yang sebelumnya adalah figur yang selalu ku abaikan kini menjelma menjadi pusat perhatianku.  Penjelasan dosen pun terasa begitu renyah dan asik untuk dinikmati, yang kemarin hanya kuanggap sama seperti kicauan burung kini begitu nyata dan aku menikmatinya.
      Ketika waktu istirahat tiba, aku mencoba mengubah kebiasaanku, yang kemarin kuhabiskan dengan asyik bercengkrama dengan layar handphone, sekarang aku memilih membaca buku (karena memang tak bawa handphone hehe). Teman-teman mulai mengajakku mengobrol, benar ternyata, aku merasakan sensasi yang berbeda. Obrolan yang kemarin hanya sekedar basa-basi kini kian hidup dan berisi.
      Matahari mulai meninggi waktu pun telah menujukan pukul satu siang tanda bahwa jam pelajaran telah berakhir. Aku keluar dari kelas penuh rasa senang bercampur lega. Kami (aku dan teman-temanku) berjalan sambil bercanda tanpa beban. Dan aku mengerti bahwa inilah duniaku yang asli, dunia yang penuh senyuman, dunia yang penuh sapaan, dan dunia tanpa kepura-puraan. Senyum yang kemarin hanya kulihat dari emoticon sekarang asli di hadapan . Canda yang kemarin hanya pada layar sekarang kian nyata terpancar.
       Dalam lima jam ini aku belajar bahwa manusia terlalu sibuk mencari kesenangan dalam maya, padahal dunianya yang asli lebih asyik dan menyenangkan. Selain soal kenyataan ternyata tidak bercengkrama dengan maya mampu mengurangi beban, langkahku pagi ini terasa begitu enteng. Dan semua prediksiku pagi tadi seakan meleset, tak ada dunia yang membosankan, tak ada dunia yang sepi, bahkan tak ada rasa khawatir yang menghantui.
       Pelajaran yang ku ambil adalah meskipun hanya lima jam sehari, minimal kita memiliki waktu untuk berinteraksi dengan dunia kita yang nyata. Dan seharusnya media hanya mendekatkan yang jauh tanpa perlu menjauhkan yang dekat.

Wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun