Beberapa teman melalui aplikasi perpesanan atau media sosial, bertanya soal hidup di desa. Mereka adalah temanku saat hidup di kota.
Mungkin mereka merasa nyaman melihat video hilir mudik hidup di desa. Terasa damai, Â nyaman, dan menenangkan. Berdasarkan video di sosial media, mereka menilai slow living yang enak, beda dengan kota yang padat merayap dan melelahkan.
Bahkan ada teman yang lihat videoku membawa alat tukang sembari main di kebun ketika jam kerja, dinilai sebagai kedamaian. "Enak ya yang lain pusing kerja, kamu main di kebun," katanya sembari bercanda. Aku hanya terkekeh.
Segala macam kenikmatan yang ada di imajinasi orang kota seperti sama. Yakni ingin hidup damai di desa.
Ketika ada teman yang ngebet hidup di desa, maka aku minta agar dia pikir ulang. Aku bilang ke teman-temanku itu, naif kalau menilai bahwa hidup di desa akan melepaskan diri dari lilitan belenggu dunia.
Naif kalau kamu pikir dengan berkebun, beternak, lalu sembari ngopi, adalah kedamaian tak terkira. Kamu pikir mudah berternak? Kamu pikir beternak tanpa risiko? Jika pun sudah layak jual, kamu yakin bisa dapat pasar yang bagus?
Aku tidak mengatakan bahwa berternak adalah sulit. Yang ingin kukatakan, pikirlah dengan jernih dan panjang segala risikonya. Jangan hanya karena video di media sosial, kamu langsung pulang kampung tanpa persiapan.
Itu baru soal ternak. Belum soal lain tentang bertani, relasi dengan tetangga, keguyuban yang harus terjaga.