Fenomena berburu bangku di hari pertama sekolah ternyata masih ada. Fenomena yang juga saya alami lebih dari 30 tahun yang lalu. Fenomena itu bisa dihilangkan jika ada aturan yang ketat dan pengawasan yang memadai.
Berita pagi ini, ada fenomena berebut bangku di hari pertama sekolah. Hal itu terjadi di SDN 4 Kedokanagung, Kecamatan Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Bahkan, orangtua sudah sejak Subuh untuk berburu bangku. Begitu pintu kelas dibuka, orangtua berburu bangku di depan.
Caranya dengan mengikat bangku dengan tas si anak denan rafia. Ada juga yang bahkan menggembok tas dengan bangku. Sehingga, bangku tersebut tidak bisa diduduki anak yang lain. Mereka, para orangtua mengusahakan agar sang anak mendapatkan tempat duduk paling depan.
Fenomena berburu bangku sudah ada sejak saya sekolah dahulu. Di tahun 90-an awal, fenomena berburu bangku sudah dirasakan. Bedanya, dulu orangtua tidak ikut cawe-cawe. Banyak anak berburu bangku dengan berangkat sepagi mungkin.
Hanya saja, di masa lalu, saya dan teman-teman berburu bangku untuk mendapatkan bangku belakang. Bukan bangku depan. Mengapa dulu berebut bangku bagian belakang? Ya karena guru lebih sering menyuruh atau menunjuk anak yang ada di depan. Jadi, itulah mengapa malas duduk di bagian depan.
Fenomena berburu bangku itu sebenarnya bisa dihilangkan. Setidaknya jika wali kelas membangun mekanisme baru. Hal itu pernah saya alami di satu sekolah dahulu. Jadi, setiap hari, posisi bangku yang diduduki selalu berubah.
Hari ini duduk di bangku terdepan, besok di bangku nomor dua dari depan. Lusa ke bangku nomor tiga dari depan dan seterusnya. Jika sudah di bagian belakang, esoknya pindah di bangku paling depan kolom sebelahnya. Seterusnya seperti itu. Ketika seperti itu, maka ada fenomena berubah bangku. Sebab semuanya pasti akan merasakan bangku di depan dan bangku di belakang. Â
Tapi aturan seperti itu juga tak selalu menjamin kemulusan. Sebab, kadang ada saja anak yang paling jagoan di kelas enggan untuk bergeser. Dia hanya mau duduk di situ saja. Jika ada yang melapor ke guru kelas, maka ceritanya akan panjang.
Ada juga siswa yang memanfaatkan tangisan. Jadi, kalau giliran digeser malah nangis sesenggukan merasa dizalimi. Bahkan di masa aku sekolah, ada yang memanfaatkan tangisan dengan sangat luar biasa. Tangisannya melebihi telenovela, sangat menyayat dan menyedihkan. Orang yang melihatnya sangat iba. Â Sampai akhirnya tujuan untuk tidak bergeser dia dapatkan. Yang lain bergeser rutin, dianya tidak bergeser dengan senjata tangisan. Kadang tertawa sendiri mengingatnya.
Cara Pandang