Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kesetiaan Atalanta pada Gasperini Berbuah Hasil

23 Mei 2024   16:06 Diperbarui: 23 Mei 2024   16:26 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atalanta juara Liga Europa 2024 setelah membantai Bayer Leverkusen. Padahal Leverkusen adalah klub yang tak terkalahkan di musim ini. Akhirnya mereka kalah juga dari Atalanta.

Bicara Atalanta di masa lalu, yang aku ingat adalah Claudio Caniggia, striker Argentina di tahun 90-an. Lalu Filippo Inzaghi yang moncer di Atalanta setelah melempem di Parma.

Semusim di Atalanta jadi topskor Liga Italia, Inzaghi kemudian ke Juventus. Lalu ada Gianluigi Lentini yang sempat kembali menemukan sihirnya di Atalanta setelah terpuruk di AC Milan.

Selebihnya, tak ada ingatan yang permanen terkait Atalanta di masa lalu. Sampai kemudian Gian Piero Gasperini masuk di 2016 sebagai pelatih. Yang mengejutkan karena Gasperini cukup konsisten membawa Atalanta di Serie A.

Atalanta ada di papan atas dan tengah selama dilatih Gasperini. Pemain bagus silih berganti, tapi Gasperini tetaplah Gasperini. Dia tetap membawa Atalanta disegani.

Ada beberapa pemain beken di Atalanta tapi kemudian pergi. Misalnya Papu Gomez, Luis Muriel, Hojlund yang kini di MU musim 2022-2023 masih di Atalanta.

Sayap yang menjanjikan tapi kemudian redup Jeremie Boga juga pernah di Atalanta. Ada Josip Ilicic yang pernah depresi. Masih ada nama lain yang keluar masuk ke Atalanta.

Tetap sekali lagi, Atalanta percaya pada Gasperini. Kepercayaan itu kemudian dibayar tuntas oleh Gasperini dengan memberi gelar Liga Europa.

Gelar bergengsi karena itulah gelar perdana Atalanta di Eropa. Setelah delapan musim, catat ya, delapan musim, Atalanta dapat gelar karena konsistensi mereka memakai Gasperini.

Konsistensi dan kesabaran itu berbuah hasil. Atalanta memang bukan klub besar, maka mereka harus percaya proses. Beda dengan klub besar yang bisa hambur-hamburkan uang untuk dapat trofi.

Dari Atalanta kita belajar tentang konsistensi dan keyakinan pada nakhoda. Dari Atalanta kita belajar tentang proses. Proses yang memang harus lama karena mereka bukan klub besar.

Kalau baru satu tahun, dua tahun, empat tahun menuntut trofi, ya wajib berkaca. Apakah tim itu tim besar? Kalau hanya kelas teri, ya harus mau berproses. Dan prosesnya bisa lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun