Ramai-ramai nepotisme belakangan ini membuat saya tetiba ingat kisah di masa lalu. Kisah ketika Presiden mengangkat anaknya sendiri menjadi menteri.
Tahun 1998 bulan Maret, Presiden Soeharto mengangkat para menterinya untuk Kabinet Pembangunan VI. Salah satu yang dilantik Presiden Soeharto adalah putrinya sendiri Siti Hardiyanti Rukmana atau yang akrab disapa Mba Tutut. Mba Tutut menjadi Menteri Sosial.
Seingatku kala itu pro kontra menyeruak. Ada yang menilai bahwa Mba Tutut cukup layak jadi menteri sekalipun anak dari Presiden. Tapi ada yang menolak karena apa yang dilakukan Presiden Soeharto adalah nepotisme.
Pada akhirnya Mba Tutut tetap lanjut jadi menteri. Saya masih ingat, salah satu "program" Mba Tutut kala itu yang disorot media adalah bagi-bagi nasi bungkus.Â
Namun jabatan Mba Tutut tak berlangsung lama. Hanya kisaran dua bulan Mba Tutut menjadi Menteri Sosial.
Sebab pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Sehingga kabinet pun bubar. Bahkan sehari sebelum Presiden Soeharto mundur, ada 14 menteri yang mengundurkan diri dari kabinet.
Jadi, Mba Tutut hanya dua bulan menjadi menteri bagi ayahnya. Mungkin setahu saya, hanya di masa pemerintahan Soeharto lah ada Presiden yang salah satu menterinya adalah anaknya sendiri.
Jadi, jika kini ada tudingan nepotisme yang diarahkan ke Jokowi, maka tudingan itu bukan yang pertama. Jauh sebelumnya, tudingan nepotisme muncul saat Presiden Soeharto mengangkat anaknya jadi menteri.
Tudingan pada Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi adalah tudingan pada pucuk pimpinan eksekutif. Bagaimana jika meneropong lebih ke bawah.
Teman teman jauh lebih tahu apakah tudingan nepotisme adalah fenomena tunggal pucuk pimpinan eksekutif, atau sebuah fenomena ruwet banyak level dalam bernegara?