Jusuf Kalla. Diacuhkan saat pemilihan kemudian dirangkul kembali. Namanya juga politik!
Terlintas di benakku, jangan-jangan Gibran Rakabuming Raka akan sepertiTahun 2004 aku masih ingat ketika Jusuf Kalla (JK) mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pilpres. Semua tahu JK adalah kader Golkar.
Padahal juga di 2004 Golkar mengusung pasangan Wiranto-Sholahudin Wahid. Tentu saja ke-Golkar-an JK dipertanyakan. Sebab dia tidak ikut partai.
Tapi semua tahu bahwa pada akhirnya SBY-JK menang Pilpres 2004. Golkar adalah pemenang Pemilu legislatif 2004. Kemudian, JK pada akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Golkar kemudian dibawa ke gerbong pemerintah, mendukung SBY-JK. Begitulah politik. Lalu lima tahun berselang, Wiranto yang di 2004 berseberangan dengan JK, justru menjadi pasangan di Pilpres 2009 yakni JK-Wiranto.
Begitulah politik.
Ketika PDI Perjuangan tak kunjung memecat Gibran, cerita JK bisa saja menghampiri Gibran. Jika Prabowo-Gibran menang Pilpres dan PDI Perjuangan menang pemilu, cerita JK bisa berulang.
Mungkin Gibran tak jadi Ketum PDI Perjuangan. Tapi bisa saja mendapatkan posisi bagus di PDI Perjuangan. Namanya juga politik. Sekarang berseteru, bisa saja besok bersekutu.
Sebagai penonton aku cukup melihat saja. Tak perlu marah atau geram karena polah politisi. Sebab, bisa saja mereka berubah haluan, kembali berteman.
Kalau misal politikus yang saat ini berseteru dan kita dukung, lalu kita sudah telanjur renggang hubungan dengan teman. Bagaimana jika politikus yang berseteru itu bersatu? Sementara hubungan kita dengan teman sudah ambyar.
Politik tonton saja. Kalau mau main politik nyemplung sekalian. Kalau cuma jadi tim hore, ya jangan dibawa ke hati. Â Tak perlu mati-matian mendukung politik. Nanti kena getahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H