ACT jadi pembicaraan. Bahkan Kementerian Sosial sudah mencabut izin ACT dalam hal sebagai penggalang donasi.
Dari pemberitaan di kompas.com yang saya baca, Kemensos menilai bahwa ACT mengambil uang donasi untuk operasional sebanyak 13,7 persen. Sementara sesuai aturan, lembaga bisa mengambil uang donasi untuk operasional maksimal 10 persen.
Bukan hanya itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan jika ada dugaan sebagian dana yang terkumpul di ACT juga untuk aktivitas terlarang.
Di zaman seperti ini, ACT adalah salah satu contoh lembaga yang menyalurkan donasi. Banyak sekali lembaga yang menyalurkan donasi.
Sebagian dari kita, merasa hanya perlu bersedekah saja. Selebihnya, menjadi tanggung jawab dari penyalur donasi. Nah, yang repot jika ternyata donasi kita malah disalurkan untuk hal terlarang. Kita yang niatnya baik, malah jadi kena buruknya.
Sedekah ke yang Jauh
Fenomena digital saat ini memungkinkan kita bersedekah pada yang jauh, misalnya seberang pulau atau seberang negara. Apalagi jika yang jauh itu viral dan ada lembaga yang mau menyalurkan bantuan.
Fenomena jauh itu tinggal disebar di dunia maya. Diberi narasi dan minta donasi. Fenomena yang belum tentu kita ketahui kenyataannya.
Tapi, ya tak ada yang salah. Kalau mau donasi ya silakan. Hanya saja, bagaimana jika kita lebih memprioritaskan yang dekat? Tetangga sedesa atau tetangga beda desa yang situasinya bisa kita lihat langsung.
Misalnya, jika mau bersedekah Rp1.000, dibagi saja, Rp700 untuk yang dekat dan Rp300 untuk yang jauh.