Tarno lari melambai pulang. Sementara muka Neisya kemerahan dipuji Tarno. Neisya melihat pujian Tarno adalah pujian tulus.
Neisya tak kuat menahan bara api di dadanya. Mungkin ini api asmara. Ditinggal Tarno, Neisya seperti itik kehilangan induknya.
Napas Neisya tersengal. Tarno telah mengguncangkan hatinya. Sejak wawancara itu, di malam-malam, dia tak bisa tidur. Dia terus membayangkan Tarno menjadi suaminya.
 Satu pekan Neisya susah tidur. Gejolak cintanya menggebu-gebu seperti jago yang memburu betinanya. "Tapi aku kan wanita," bisik Neisya dalam hati.
Tapi kobaran api cinta itu tak bisa diredam. Neisya memutuskan mencari nomor HP Tarno di berkas lamaran. Bukan mengirim pesan, tapi langsung video.
Berpakaian sangat sopan dan rapi, Neisya membuat video sangat pendek. Yang kemudian dikirimkan ke HP Tarno. "Mas Tarno, kapan kita nikah," begitu suara Neisya yang ada dalam video.
Terkirim sudah pesan video itu. Tarno yang sedang mencangkul di kebun girang bukan kepalang. Dia langsung mengiyakan untuk menikah dengan Neisya.
"Omong kosong tentang pegorbanan dalam percintaan. Cinta akan datang tepat waktunya," begitu keyakinan Tarno terbukti. Keyakinan yang tumbuh dari hati yang tulus.
***
Keduanya pun menikah dan punya tiga anak. Hidup bahagia di pinggir kota. Enak sekali cerita hidup mereka. Cerita hidup dari tulusnya hati, bukan hati yang suka memanipulasi.
***
Begitulah mimpi Neisya dan Tarno yang mirip, yang bersamaan. Keduanya belum pernah bertemu. Tapi memiliki mimpi sama. Ya, hanya mimpi.