Warga negara berhak mengeluarkan pendapatnya. Maka ide penundaan pemilu adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Jadi kebebasan pendapat jangan diberangus. Jika tak sepakat, maka lawan dengan pendapat yang berbeda.
Saya termasuk tak sepakat dengan penundaan pemilu. Tidak ada urgensinya pemilu ditunda. Ada beberapa alasan yang bisa saya ungkapkan.
Pertama, bahwa kondisi pandemi tak bisa dijadikan alasan penundaan pemilu. Faktanya pada 2020 yang lalu, pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi.
Artinya, kita sudah pernah belajar bagaimana melaksanakan pemilu di masa pandemi. Bahkan beberapa desa melaksanakan pesta demokrasi di masa pandemi.
Lagipula pandemi sudah berlangsung dua tahun. Artinya kita sudah banyak belajar dari pandemi. Harus seperti apa kita bersikap di masa pandemi.
Kedua, alasan perbaikan ekonomi juga tak layak dijadikan pijakan. Kita pernah sangat belajar ketika masa krisis. Tahun 1999 di masa perekonomian belum membaik setelah krisis ekonomi dan politik tahun 1998, toh tetap melaksanakan pemilu.
Jadi alasan untuk perbaikan ekonomi itu mengada-ada. Lagipula kembali ke fakta di atas. Pilkada dan pilkades banyak dilaksanakan di masa pandemi, di masa ekonomi turun atau sedang mulai tumbuh. Â
Takut rusuh? Sekarang silakan dicek dan didata. Sudah berapa pilkada dan pilkades yang dilaksanakan negeri ini. Dari banyak pesta demokrasi itu, berapa persen yang rusuh?
Apakah mayoritas pilkada dan pilkades rusuh? Saya tak punya data, tapi saya meyakini kerusuhan hanya sedikit, tak sampai 10 persen. Walaupun keyakinan saya harus dibuktikan dengan data.
Pemilu 2019 rusuh! Yang rusuh di mana saja? Seluruh Indonesia? Jangan jangan yang rusuh hanya Jakarta saja dan kemudian digeneralisir sebagai kerusuhan nasional. Saya yakin aparat kita bisa meredam kerusuhan seperti itu.