Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Tak Semua yang Dilihat Harus Direkam dan Diviralkan

18 Oktober 2021   05:14 Diperbarui: 18 Oktober 2021   14:25 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: shutterstock dipublikasikan kompas.com

Kini, aku merasa banyak dari hal sunyi, sepi, intim, yang terlalu diumbar. Direkam lalu disebarkan di dunia maya. Hanya karena mereka yang sedang melakukan keintiman adalah orang-orang terkenal. Tapi catat ya, yang kumaksud bukan soal keintiman seksual. Buang jauh-jauh persepsi itu.

Sungguh, aku merasa bahwa keintiman di antara manusia itu kadang unik. Keintiman yang tak bisa dicerna oleh mereka yang di luar pagar keintiman. Karena itu, mereka yang di luar pagar keintiman kadang memberi tafsir yang tak semestinya.

Okelah, aku ingin memberi penjelas awal tulisanku di atas. Penjelasan melalui ilustrasi nyata sebuah kehidupan bahwa keintiman tak harus disebarluaskan.

Ini kisah nyata dari dua lelaki tua yang aku kenal. Dua lelaki ini hidup di masa yang sama, di tempat yang sama. Mereka kecil dan bermain bersama. Mereka yang kelahiran tahun 50-an, tentu memiliki ikatan yang kuat karena di masa kecil itu permainan hanyalah antara manusia dengan manusia, bukan manusia dengan benda atau manusia dengan dunia maya.

Lalu, kedua lelaki itu tumbuh dengan cerita yang berbeda. Kediaman keduanya pun sudah jauh berjarak, tak seperti masa kecil dahulu. Alhasil, keduanya pun sangat jarang bertemu.

Cerita kehidupan mereka juga berbeda. Yang satu terpuruk secara ekonomi dan yang satu sangat mapan secara ekonomi.

Yang terpuruk secara ekonomi, masih membanting tulang di usia senja dengan pekerjaan yang berat. Yang mapan secara ekonomi melewati hari-hari pensiunnya.

Satu ketika, mereka bertemu setelah salat Jumat usai. Saat mereka sudah keluar dari serambi masjid. Keduanya, karena sudah sangat intim sejak kecil, sama sama terperanjat karena bertemu lagi.

Yang mapan: Eh, Jo. Masih hidup kau. Tak pikir sudah mati.

Atas ucapan itu, si yang tak mapan secara ekonomi, tertawa terkekeh kekeh sembari mengumpat kasar. Tak perlu aku sebutkan kata-katanya.

Itulah keintiman. Keintiman seperti itu tak perlu direkam lalu diviralkan. Sebab, akan memberi persepsi yang bermacam-macam. Apalagi persepsi dari mereka yang tak pernah tahu bagaimana intimnya keduanya di masa kecil sampai remaja.

Keintiman seperti cerita pertemanan di atas tak perlu diviralkan. Biarkan saja keintiman itu jadi cerita indah antar mereka yang dirajut tali keintiman, kebersamaan.

Sama juga ceritanya jika ada dua orang terkenal memiliki keintiman di luar kebiasaan. Tak perlu keintiman itu direkam dengan hasrat banyak yang menonton dan viral.

Aku pikir, kita perlu menahan hasrat kita untuk merekam dan menyebar apa yang kita lihat. Tak semua yang kita lihat harus direkam. Tak semua ruang mesra antarmanusia kita rekam.

Kemampuan menahan diri untuk tak merekam keintiman adalah bukti kedewasaan. Jika jemari ini selalu gatal merekam apa yang dilihat, jangan-jangan kepekaan sudah tergadaikan dengan iming-iming bernama viral dan uang. Jangan jangan begitu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun